Jumat, 26 November 2010

KISAH MAHA BRATA

ebaslaCerita Mahabharata berkisah tentang persaingan hingga pertempuran antar darah Barata. Pihak yang baik diwakili Pendawa atau Pandawa dan keturunannya sedangkan yang jahat oleh keluarga Kurawa. Inti cerita ini berasal dari India, namun setelah masuk ke Indonesia atau Nusantara mengalami banyak perubahan terutama semenjak syiar agama Islam oleh Walisanga dimulai. Kesenian wayang kulit yang pada saat itu telah populer di kalangan masyarakat Jawa ( penganut Hindu / Budha ) dimodifikasi oleh Walisanga secara halus agar sesuai ajaran Islam ( perlambangan ) untuk alat siar yang efektif.

Berikut tokoh - tokoh utama dalam cerita wayang kulit ( wayang purwa / purwo ) Mahabharata. Penjelasan lebih lanjut akan diposting tersendiri. Klik nama tokoh untuk info lebih detail. Mohon maaf jika ada kesalahan.

Tokoh yang tinggal di Kahyangan
Kahyangan merupakan wilayah dan tempat tinggal para Dewa dan Dewi ( Batara / Batari ) yang memiliki kekuatan di atas manusia. Namun ada juga Dewa atau Dewi karena kutukan atau sebab tertentu tidak tinggal di Kahyangan ( sebagai hukuman ataupun penugasan ). Tapi nantinya mereka akan kembali ke Kahyangan jika kutukan atau tugasnya selesai.
Jumlah Dewa dan Dewi ada banyak sekali namun yang populer diceritakan sebagai berikut :
- Batara Guru
- Batara Narada
- Batari Durga / Dewi Uma
- Batara Brama
- Batara Indra
- Batara Antaboga
- Batara Kamajaya
- Batara Surya
- Batara Bayu
- Batara Wisnu
- Batara Kala
- Batara Yamadipati
- Batara Ismaya / Kyai Semar

Tokoh Manusia atau Setengah Dewa
Leluhur Barata :
- Resi Manumayasa
- Bambang Sekutrem
- Sakri
- Palasara
- Begawan Abiyasa
- Prabu Basukiwara
- Prabu Matswapati
- Prabu Santanu
- Dewi Gangga
- Raden Dewabrata / Resi Bisma
- Dewi Amba
- Adipati Destarata ( Ayah para Kurawa )
- Dewi Gendari / Gandari
- Prabu Pandhudewanata ( Ayah para Pendawa )
- Dewi Kunti
- Dewi Madrim
- Raden Yamawidura
Keluarga Pandawa
Keluarga ini merupakan keturunan Prabu Pandhudewanata dari dua istrinya yaitu Dewi Kunti dan Dewi Madrim.
- Prabu Puntadewa / Yudhistira / Dwijakangka / Ajathasatru
- Dewi Drupadi
- Raden Pancawala
- Raden Werkudara / Bima / Bratasena / Bayusutha
- Dewi Nagagini
- Dewi Arimbi
- Dewi Urangayu
- Raden Antareja / Ontareja
- Raden Gatutkaca
- Raden Antasena / Ontasena
- Raden Janurwenda
- Raden Arjuna / Janaka / Premadi / Pamade / Dananjaya / Pandhutanaya
- Dewi Wara Sembadra
- Wara Srikandhi
- Dewi Larasati / Rarasati
- Batari Suprabha
- Batari Dresanala
- Dewi Sulastri
- Dewi Ulupi
- Dewi Purnamasidi
- Dewi Gandakusuma
- Dewi Manuhara
- Raden Abimanyu
- Raden Irawan
- Raden Wisanggeni
- Bambang Irawan
- Raden Bratalaras
- Bambang Manonmanonton
- Bambang Priambada
- Dewi Pregiwa
- Dewi Pregiwati
- Raden Parikesit
- Dewi Siti Sundari
- Dewi Utari
- Dewi Titisari
- Raden Nakula / Pinten / Tripala
- Dewi Soka
- Dewi Pramati
- Bambang Pramusinta
- Raden Sadewa / Tangsen / Darmagranti
- Dewi Padapa
- Raden Sabekti
- Raden Dewakusuma
Keluarga Kurawa
Keluarga ini merupakan keturunan Adipati Destarata dengan istrinya Dewi Gendari. Jumlahnya ada seratus orang anak namun yang terkenal hanya beberapa saja. Pada mulanya Dewi Gendari yang ditawan Prabu Pandhudewanata ( adik Destarata ) mengira akan dinikahi sendiri oleh Pandhu, namun ternyata ia diserahkan kepada Destarata yang buta dan lemah. Akhirnya ia menaruh dendam pada Pandhu dan keturunannya. Inilah awal mula benih permusuhan dalam keluarga besar Bharata.
- Prabu Duryudana / Kurupati / Suyudana / Jaka Pitana / Gendarisuta
- Raden Lesmana Mandrakumara
- Dewi Lesmanawati
- Raden Dursasana
- Raden Durcala
- Raden Kartamarma
- Prabu Bogadenta
- Raden Durmagati
- Raden Citraksa
- Dewi Dursilawati
Pembela Pandawa
- Prabu Drupada
- Raden Dresthajumpena
- Prabu Kresna
- Raden Setyaki
Pembela Kurawa
- Resi Bisma
- Pandita Durna
- Prabu Karna
- Patih Harya Sangkuni / Sengkuni / Harya Suman
- Raden Jayadrata
- Raden Burisrawa
- Prabu Salya / Raden Narasoma
- Prabu Bomanarakasura
- Prabu Kalasrenggi
- Patih Hadimanggala
Panakawan / Punakawan
- Semar / Batara Ismaya
- Nala Gareng
- Petruk
- Bagong
Tokoh Populer Lainnya
- Raden Nayarana
- Raden Samba
- Udawa
- Prabu Anom Kangsadewa
- Prabu Basudewa
- Raden Harya Prabu
- Raden Ugrasena
- Prabu Baladewa
- Pragota
- Prabu Anggendara
- Prabu Niwatakawaca
- Prabu Palgunadi
- Prabu Supala
- Buta Cakil
- Togog
- Sarawita

Leluhur Pandawa

Bisma tumbuh menjadi seorang ksatria yang gagah perkasa dan berbudi luhur. Prabu Santanu sering mempercayakan kerjaan Hastina kepada Bisma, sementara dirinya pergi berburu. Ini disebabkan oleh janji sang prabu kepada dirinya sendiri untuk tidak menikah lagi karena teringat akan cintanya kepada Dewi Gangga, untuk menghilangkan rasa rindunya kepada Dewi Gangga sang prabu sering pergi berburu. Saat sedang pergi berburu di dekat kali Yamuna, sang prabu mencium bau harum disekitarnya. Sang prabu menjadi bingung karena didekat situ adalah desa nelayan yang berbau amis. Ketika ditelusuri, sang prabu melihat seorang wanita cantik yang mengeluarkan bau harum dari badannya. Terkesima, sang prabu mendekati wanita itu dan menanyakan namanya … sang putri menjawab bahwa dia beranama Setyawati anak seorang nelayan. Sang prabu kemudian bertanya kenapa badannya bisa berbadan harum dan oleh Setyawati dijelaskan bahwa badannya dulu berbau amis tapi menjadi harum setelah ditolong oleh begawan Parasurama. Setyawati bercinta dengan sang begawan dan badannya menjadi harum setelah melahirkan seorang anak laki yang berbadan amis bernama Abiyasa yang kini sedang bersama ayahnya menimba ilmu.

Sang prabu menjadi semakin tertarik pada Setyawati dan bertanya apakah Setyawati bersedia menjadi istrinya. Setyawati sebenarnya juga sudah tertarik pada Santanu, namun Setyawati telah berjanji hanya akan menikah dengan orang yang bisa memberikan keturunannya sebagai seorang raja. Setelah dijelaskan, sang Prabu menjadi bingung. Sang prabu memang seorang raja tapi tahta kerajaan Hastina selayaknya menjadi milik Bisma sebagai putra mahkota dan sang prabu tidak mau mengambil hak tersebut dari Bisma karena Bisma merupakan orang yang adil dan bijaksana, calon raja yang ideal. Selain itu, walaupun Bisma bersedia menolak tahta, keturunannya pasti akan menuntut hak atas tahta kerajaan Hastina dan akan pecah perang saudara. Dalam keadaan linglung dan berat hat, sang prabu terpaksa meninggalkan Setyawati menuju istana. Sang prabu terus menerus memikirkan Setyawati sehingga sering termenung, lupa makan dan akhirnya jatuh sakit karena badannya yang lemah. Bisma sebagai anak yang berbakti menjadi khawatir dan memanggil dokter dan tabib untuk menyembuhkan Prabu Santanu namun tak ada yang mampu. Salah seorang tabib berkata bahwa penyebab lemahnya sang prabu disebabkan oleh pikiran bukan oleh penyakit. Bisma kemudian mendekati ayahnya untuk bertanya apa yang menyusahkan ayahandanya. Oleh sang prabu kemudian dijelaskan segalanya, mengenai perjumpaan dengan Setyawati, persyaratan Setyawati mengenai tahta hastina.
.
Mendegar penuturan ayahnya, Bisma berjanji bahwa dia rela menyerahkan tahta Hastina demi kebahagaiaan ayahnya. Namung sang prabu menjelaskan bahwa keturunannya masih berhak atas tahta itu dan akan menututnya dikemudian hari. Bisma kemudian bersumpah dihadapan para dewata bahwa dia selamanya tidak akan menikah dan tidak akan mempunyai keturunan. Seketika petir menyambar dari langit, menandakan bahwa para dewata telah menyetujui sumpah Bisma. Para dewata memberi gelar Dewabharata kepada Bisma atas pengorbanannya yang besar dan Bisma diperbolehkan memilih waktu kematiannya sendiri. Setelah mendengar sumpah Bisma, Prabu Santanu kemudian berangkat untuk menyunting dewi Setyawati. Setyawatipun menjadi kagum kepada Bisma dan bersedia menjadi permaisuri Hastina.


Setyawati melahirkan dua orang putra, Citragada dan Wicitrawirya. Sesuai dengan janjinya, prabu Santanu menyerahkan tahta Hasina kepada Citragada sementara Bisma menjadi penasihat kerajaan. Citragada merupakan ksatria yang gagah sakti, ilmu yang diajarkan Bisma telah diserap semuanya. Sayangnya, Citragada menjadi sombong dan mulai menantang kesaktian raja2 disekitar Hastina. Bisma sebagai penasihat tidak bisa berbuat apa2 dan tidak lama Hastina telah menaklukkan negara2 tetangga. Tindakan Citragada yang dianggap merusak kedamaian telah mendapat perhatian para dewata yang kemudian mengirim seorang raja raksasa untuk menaklukkan Citragada. Sang raja raksesa turun ke mayapada dan menyamar sebagai Citragada untuk menantangnnya. Citragada terkejut melihat kembarannya menantang bitotama. Keduanya kemudian mulai bertarung dengan serunya. Pada awalnya mereka terlihat seri, tapi kemudian Citragada gadungan mengeluarkan kesaktiannya dan dalam sekejap Citragada yang asli telah terkapar tak bernyawa. Para ponggawa yang menyaksikan pertarungan ini bersorak2 karena mereka mengira bahwa Citragada gadungan yang telah perlaya. Citragada gadungan kemudian menjelaskan bahwa yang perlaya ialah Citragada asli dan melesat kembali ke kahyangan

Dengan gugurnya Citragada, Wiciyacitra diangkat sebagai raja Hastina. Wicitrawirya tidak sakti seperti Citragada dan menurut kepada Bisma. Setyawati sebagai sang ibu menjadi khawatir dengan keturunannya karena Citragada meninggal tanpa keturunan sementara Wicitrawirya tidak sesakti kakaknya sehingga sulit untuk meminang putri. Setyawati menyampaikan kekhawatirannya kepada Bisma dan Bisma berkata bahwa dia akan pergi untuk meminang ketiga putri dari kerajaan Kasi yang sedang mengadakan sayembara untuk mencari suami. Dewi Amba, Ambalika dan Ambika terkenal kecantikkannya dan banyak ksatria dan raja yang datang untuk meminangnya.

Ketika tiba, Bisma segera menuju ke tengah lapangan dan dengan nyaring menyatakan bahwa ketiga putri akan dibawa ke Hastina olehnya, jika ada yang tidak setuju silahkan maju menantang dirinya. Para kstaria dan raja yang hadir menjadi terhina dan segera menantang Bisma, tapi satu persatu mereka dikalahkan oleh kesaktian Bisma. Kemudian datang seorang ksatria bernama Salya yang sebenarnya adalah kekasih Dewi Amba. Salya merupakan ksatria yang sakti namun kesaktiannya masih dibawah Bisma, berkali2 dirinya dipaksa mencium tanah oleh Bisma. Namung Salya tidak menyerah dan terus menyerang, Bisma akhrinya menjadi bosan dan berniat mengakhiri pertarungan. Dengan sebuah pukulan dashyat dari Bisma, Salya terkapar tak bernyawa. Melihat kesaktian Bisma, tak ada lagi yang berani menantang Bisma dan ketiga putri Kasi dibonyong Bisma ke Hastina. Setibanya di Hastina, ibu Setyawati gembira melihat Bisma berhasil membawa ketiga putri sebagai menantunya. Ambika dan Ambalika langsung tertarik oleh Prabu Wiciyactira, kecuali dewi Amba yang mencintai Salya. Dewi Amba kemudian datang menuntut kepada Bisma untuk mengawini dirinya karena sebenarnya Bismalah yang telah membunuh Salya pujaan hati Dewi Amba. Bisma yang telah bersumpah untuk tidak menikah segera menolak Dewi Amba, namun Dewi Amba bersikeras kepada Bisma untuk melakukan hal yang benar. Untuk menakut nakuti Dewi Amba, Bisma mengeluarkan panah pusakanya dan mengancam Dewi Amba untuk menikahi Wicitrawirya. Tak diduga, Dewi Amba tiba tersandung dan tubuhnya tertusuk panah Bisma. Sebelum Dewi Amba menghembuskan napas akhirnya di pangkuan Bisma, Amba memohon pada dewata agar dapet menitis kembali ke mayapada dan pada saat itu dirinya akan datang menjemput Bisma untuk hidup bersama di kahyangan. Para dewata menyetujui permohonan Dewi Amba dan dikemudian hari roh Dewi Amba akan menitis kepada Srikandi anak Prabu Drupada dan Dewi Gandawati dari Pancala (saudara Drupadi dan Drestajumena). Dewi Ambalika dan Ambika bersedih mendengar bahwa kakanya telah meninggal namun segera terlupakan karena mereka bahagia menjadi istri Prabu Wicitrawirya. Sayangnya, Prabu Wiciyacitra meninggal sebelum mempunyai keturunan. Akibatnya, Hastina tidak memiliki raja dan untuk sementara Bisma bertugas untuk mengurus kerajaan. Ibunda Setyawati yang kebingungan meminta tolong anak sulungnya, Begawan Abiyasa. Begawan Abiyasa merupakan orang yang sangat sakti dan arif bijaksana tapi penampilannya mengerikan, kulitnya hitam, rambutnya gembel, badannya bau amis, matanya buta satu dan kakinya pincang. Oleh ibunda Setyawati, diatur supaya Begawan Abiyasa membuahi Dewi Ambalika dan Ambika. Namun kedua putri itu terkejut ketika melihat penampilan Begawan Abiyasa, Dewi Ambalika menutup matanya terus sementara Dewi Ambika memalingkan mukanya


Begawan Abiyasa memang sakti, tak lama kemudian tampak bahwa kedua Dewi telah berbadan dua. Ketika lahir, kedua bayi mempunyai kelainan. Anak yang sulung lahir buta karena Dewi Ambalika terus menerus menutup matanya dan diberi nama Dasarata. Anak kedua lahir dengan tubuh putih pucat pasi karena Dewi Ambika yang pucat melihat Begawan Abiyasa dan juga kepala agak tengeng sedikit akibat memalingkan kepala diberi nama Pandu. Ibunda Setyawati menjadi kecewa dan meminta Abiyasa untuk memberi satu anak lagi. Kedua dewi terkejut mendegar berita ini kemudian mereka mempunyai rencana untuk mendadani seorang pelayan sudra untuk menggantikan mereka. Begawan Abiyasa yang sakti dan bijaksana mengetahui tipu muslihat mereka tapi berpesan kepada Ibunda Setyawati untuk memperlakukan anak itu seperti anaknya sendiri karena bagaimanapun juga anak itu adalah anak Abiyasa. Ketika lahir, putra ketiga ini diberi nama Widura. Begitulah ceritanya leluhur pendawa, keturunan Dasarata adalah Kurawa sementara Pandu berketurunan Pendawa Lima
.

versi mahabharata original

Bhisma adalah putra sulung Shantanu dari istri pertamanya Dewi Gangga. Terlahir dengan nama Devabrata. Nama Bhisma sendiri berarti “He of Terrible Oath”. Didapatkan karena sumpahnya untuk tidak menikah selama hidupnya dan setia kepada siapapun yang duduk di tahta ayahnya
.

Bhisma mengucapkan sumpah ini karena ketika ayahnya, Shantanu, hendak menikahi gadis nelayan Satyavati, ayah Satyavati menolak karena cucunya kelak tidak mungkin menjadi raja Hastinapura. Ketika Bhisma bersumpah tidak akan menjadi raja, ayah Satyavati masih berdalih bahwa keturunan Bhisma akan berontak dan mengambil alih tahta dari keturunannya. Akhirnya Bhisma mengucapkan sumpahnya untuk tidak menikah seumur hidupnya. Karena merasa terharu atas bakti puteranya, Shantanu menganugerahkan karunia kepada Bhisma: Bhisma dapat menentukan sendiri waktu kematiannya
.

Bhisma adalah seorang prajurit dan pemanah yang hebat. Dalam proses menemukan istri untuk Vichitravirya (putra Satyavati). Suatu ketika ia mengikuti sayembara di negeri Kashi untuk memenangkan putri Amba, Ambika, dan Ambalika. Ia mengalahkan semua peserta yang lain dalam sayembara itu sehingga memenangkan ketiga puteri raja tersebut. Tanpa sepengetahuan Bhisma, Salya raja negeri Saubala saling jatuh cinta dengan Amba. Ketika Bhisma kembali ke Hastinapura dengan para puteri itu, Salya menghadang di tengah jalan dan manantang Bhisma untuk memperebutkan Amba. Setelah pertarungan yang melelahkan, Salya mengaku kalah dan melarikan diri. Setelah tiba di Hastinapura, Amba memberitahu Bhisma bahwa ia hanya mau menikah dengan Salya dan tidak dengan orang lain. Ketika Bhisma mengirimnya ke Salya, Salya tidak mau menerima karena malu telah kalah perang melawan Bhisma. Ketika kembali ke Hastinapura, Vichitravirya juga menolaknya sebagai wanita yang telah mencintai orang lain. Hal ini membuat Amba membenci Bhisma yang dianggapnya sebagai sumber dari segala penderitaannya. Amba kemudian melakukan pengorbanan kepada Shiva dan memperoleh pengabulan permintaan bahwa suatu saat ia akan memegang peranan penting dalam kematian Bhisma. Amba akan terlahir di Panchala sebagai seorang puteri Raja Drupada, yang atas pengabulan permintaan yang lain berubah menjadi Shikandi dan menjadi penyebab kematian Bhisma

Kesalahan terbesar Bhisma mungkin adalah membiarkan terjadinya permainan dadu antara Pandava dan Kaurava serta membiarkan Kaurava mempermalukan Draupadi yang menjadi titik awal dari perang antara kedua belah pihak. Bhisma sebagai sesepuh di Hastinapura tidak berbuat apa-apa untuk mencegah hal tersebut terjadi

Dalam perang Bharatayudha, Bhisma berpihak kepada Kaurava karena terikat sumpahnya untuk setia kepada tahta Hastinapura. Walaupun sebenarnya enggan berperang melawan Pandava. Pada suatu waktu, kesaktian Bhisma ditambah dengan keengganan Arjuna untuk melawannya hampir membuat Khrisna melanggar sumpahnya untuk tidak ikut bertempur. Khrisna hampir menyerang Bhisma dengan Cakra Sudharsana, sebelum akhirnya dihentikan oleh Arjuna yang berjanji untuk berkelahi sepenuh hati melawan Bhisma

Bhisma akhirnya dikalahkan oleh Arjuna pada hari kesepuluh Bharatayudha. Dalam pertempuran terakhir itu Arjuna berlindung di belakang ksatria yang lain: Shikandi. Bhisma mengetahui bahwa Shikandi terlahir sebagai seorang perempuan dan baginya membunuh seorang perempuan bukanlah perbuatan yang layak bagi seorang kshatria. Ia akhirnya jatuh dengan tubuh dipenuhi oleh panah Arjuna. Bhisma terbaring di ‘tempat tidur dari panah’ sampai perang Bharatayudha berakhir
.
Resi Bhisma atau Resi Bisma, kakek dari para pandawa dan kurawa dalam wiracarita Mahabharata. Nama Bisma berarti Maha Dahsyat. Bisma adalah anak Prabu Sentanu, Rata Astina dengan Dewi Gangga/Dewi Jahnawi (dalam versi Jawa). Waktu kecil bernama Raden Dewabrata yang berarti keturunan Barata yang luhur. Ia juga mempunyai nama lain Ganggadata. Dia adalah salah satu tokoh wayang yang tidak menikah yang disebut dengan istilah Brahmacari. Berkediaman di pertapaan Talkanda. Bisma dalam tokoh perwayangan digambarkan seorang yang sakti, dimana sebenarnya ia berhak atas tahta Astina akan tetapi karena keinginan yang luhur dari dirinya demi menghindari perpecahan dalam negara Astina ia rela tidak menjadi raja

Resi Bisma sangat sakti mandraguna dan banyak yang bertekuk lutut kepadanya. Ia mengikuti sayembara untuk mendapatkan putri bagi raja Astina dan memboyong 3 Dewi. Salah satu putri yang dimenangkannya adalah Dewi Amba dan Dewi Amba ternyata mencintai Bisma. Bisma tidak bisa menerima cinta Dewi Amba karena dia hanya wakil untuk mendapatkan Dewi Amba. Namun Dewi Amba tetap berkeras hanya mau menikah dengan Bisma. Bisma pun menakut-nakuti Dewi Amba dengan senjata saktinya yang justru tidak sengaja membunuh Dewi Amba. Dewi Amba yang sedang sekarat dipeluk oleh Bisma sambil menyatakan bahwa sesungguhnya dirinya juga mencintai Dewi Amba. Setelah ruh Dewi Amba keluar dari jasadnya kemudian mengatakan bahwa dia akan menjemput Bisma suatu saat agar bisa bersama di alam lain dan Bisma pun menyangupinya. Diceritakan ruh Dewi Amba menitis kepada Srikandi yang akan membunuh Bisma dalam perang Bratayudha.

Dikisahkan, saat ia lahir, ibunya moksa ke alam baka meninggalkan Dewabrata yang masih bayi. Ayahnya prabu Santanu kemudian mencari wanita yang bersedia menyusui Dewabrata hingga ke negara Wirata bertemu dengan Dewi Durgandini atau Dewi Setyawati, istri Parasara yang telah berputra Wiyasa. Setelah Durgandini bercerai, ia dijadikan permaisuri Prabu Santanu dan melahirkan Citragada dan Wicitrawirya, yang menjadi saudara Bisma seayah lain ibu

Setelah menikahkan Citragada dan Wicitrawirya, Prabu Santanu turun tahta menjadi pertapa, dan digantikan anaknya. Sayang kedua anaknya kemudian meninggal secara berurutan, sehingga tahta kerajaan Astina dan janda Citragada dan Wicitrawirya diserahkan pada Wiyasa, putra Durgandini dari suami pertama. Wiyasa lah yang kemudian menurunkan Pandu dan Destarata, orangtua Pandawa dan Kurawa.

Dalam perang Baratayuda, Bisma berpihak pada kurawa. Beliau pernah dikutuk oleh seseorang yang mencintainya dan tak sengaja dibunuhnya yaitu Dewi Amba. Putri ini lalu menitis pada Srikandi dan membunuhnya di perang Bharatayudha.
.
Bhisma memiliki kesaktian tertentu, yaitu ia bisa menentukan waktu kematiannya sendiri. Maka ketika sudah sekarat terkena panah, ia minta sebuah tempat untuk berbaring. Kurawa memberinya tempat pembaringan mewah namun ditolaknya, akhirnya pandawa memberikan ujung panah sebagai alas tidurnya (kasur panah): sarpatala. Tetapi ia belum ingin meninggal, ingin melihat akhir daripada perang Bharatayudha.
.
Bisma dalam Versi Pewayananga Jawa.

dalam kisah wayang jawa, amba sangat mencintai bhisma, ketika sayembara cari jodoh itu berahir amba ngintilin bhisma kemanapun, bahkan amba gak mau jauh jauh dari kekasihnya itu. tapi bhisma yang juga mencintai amba ingat akan sumpahnya, dengan berat hati dia ketika malam tiba melarikan diri dari keraton dan bermaksud meninggalkan amba. ternyata amba tahu kalo kekasihnya yang tampan itu bermaksud meninggalkanya, dia pun menyusul ke perbatasan dan mencoba dengan kemanjaanya menggodeli bhisma. bhisma bermaksud menakut nakuti amba dengan mempersiapkan panah, eh malah amba nekat, dan ahirnya karena salah teknik akibat gemetaran antara menahan rasa cinta dan memenuhi sumpah, bhisma melontarkan panah itu, dan menembus tubuh amba. amba berjanji sebelum mati, bahwa dia akan menjemput kekasihnya ketika waktu matinya tiba, karena amba tahu bahwa dalam kehidupan mereka tak akan bisa bersatu, tapi setelah kematian, mereka akan menjadi suami istr
bahkan saat itu srikandi tak bisa banyak berbuat, sampai di awang awang arwah amba melihat bahwa sudah waktunya menjemput suaminya bhisma. maka dia masuk ke raga srikandi.saat melihat amba masuk ke raga srikandi maka bhisma tahu hal ini dan tersenyum….sambil membuka dadanya dia berkata “adiku amba, sudah waktuku untuk kembali, ayo amba ambil nyawaku” sambil tersenyum dan berlari ke arah srikandi. lalu panah srikandi menembus dada bhisma disusul panah harjuna, dan arwahya di ambil oleh amba, kembang berjatuhan ketika arwahnya dibopong oleh istrinya yang setia amba. bhisma dan amba di dunia mungkin tak bersatu, tapi di sorga pengrantunan mereka ibarat pengantin baru, dan bh bhisma dari sumpahnya.

Musik Sunda sae pisan nyak, mang Lintang?


Musik Sunda sae pisan nyak, mang Lintang?

Wahahah...title postingan ini pake bahasa apa yak? Mksd nya siy pake bahasa Sunda, tau deh bener gak...

Pas maen ke Bandung, papa mama ngajakin Mas Lintang ke saung angklung Udjo. Setelah nyari-nyari, akhirnya ketemu juga saung 'aki' Udjo ini. Tempatnya relatif gampang dicari (makasiy yaa GPS Papa..). Tempat di Jl. Padasuka 118 Bandung ini sejuk...banyak bgt rumpun bambunya...pelataran parkirnya luas.
Tapi waktu Mas Lintang ksana, saungnya sepi, cuma ada 1 keluarga lain yg kebetulan juga lagi liat-liat.

Walaupun sepi, Mas Lintang seneng banget, soalnya Mas Lintang bisa maen angklung sepuasnya (selama ini kan cuma liat gambarnya aja ya, Mas?). Setelah puas maen angklung, Mas Lintang juga belajar nabuh gendang...dang dung dang dung..! Di saung ini kita memang bisa belajar memainkan angklung & alat musik yg lain.

Dari brosur yg mama baca, Saung Udjo menampilkan seni pertunjukan yang bernuansa bambu, yaitu alat musik angklung. Bahkan ada jadwal latihannya tiap sore loh... Ada juga pusat souvenir, yg menjual berbagai macam alat musik Sunda dng berbagai macam ukuran, batik Sunda, wayang Sunda & pernik-pernik yg lain. Di sebelah kiri pusat penjualan souvenir, ada semacam sentra pentas yang biasa digunakan untuk pertunjukan angklung, wayang golek, rampak kendang, seni bela diri pencak silat, sendratari, drama Sunda, puisi Sunda, tari topeng khas Cirebonan, hingga permainan kecapi & suling yg melantunkan kawih Cianjuran. Asik banget kan? Bangunan sentra pentas ini juga luas & sejuk... Papa sampe duduk sambil terkantuk-kantuk sementara Mas Lintang sibuk mengeksplore semua wayang golek, alat musik, sampai naik turun tempat duduk penonton...

Setelah puas lari-lari, Mas Lintang dibeliin Papa angklung...biar bisa belajar di rumah katanya. Selain itu Mas Lintang minta dibeliin pulpen yg bentuknya wayang cepot, buat kakak Caca katanya (kakak Caca ini temen maen Mas Lintang yg paling akrab...lucunya klo pada pergi, selalu inget temennya...terakhir kakak Caca plg ke Purwakarta, pulangnya bawa oleh-oleh celengan kura-kura buat Mas Lintang...)

Ga terasa udah siang... Wah, kita harus plg ke rumah niy, tar klo kesorean bisa kena macet sepanjang jalan. Di mobil, karena capeknya, Mas Lintang bobo (_ _) ...zzzZZZ...lelap...
Bobonya sambil senyum lagi, hihihi...pasti seneng yaa diajak Papa jalan-jalan. Makasih yaaa, Paaa...

Seni Sunda Angklung Mencengkram Eropa

Posted 20 Juni 2008
Filed under: Music | Tags: 40 days in europe, angklung, kendang, sunda |
hari senin pagi lalu, saya sempat mendengarkan Radio Talknya Andrie Wongso “Sukses adalah Hak Saya” di SMART FM. Kalau ga salah diundang seorang tamu yang telah sukses melakukan tour Eropa dengan tim angklungnya dan mendapat sambuatan yg sangat luar biasa dari orang2 Eropa. Bahkan memenangi sebuah festival kesenian padahal tim angklung-nya ga tampil (loh kok bisa?). Saat jalan2 di Gramedia Matraman, selain belu buku Back-”Europe”-Pack-nya Silvy, saya juga beli buku ini. Mungkin…. mungkin ini bintang tamu yg diacaranya Pak Andrie.

Kita patut bangga dengan kebudayaan Indonesia. Karena saya orang Sunda maka saya akan persempit menjadi bangga terhadap kebudayaan Sunda. Dari alat musik sampai kehidupan sosial budayanya yang seharusnya someah, ramah, damai, saling membantu, lucu dan islami *bacanya diiringi backsound suling, ah endah euy*.
Kalau kehidupan sosialnya mungkin sudah tergerus oleh datangnya kapitalis dari bumi belahan Barat. Padahal kehidupan sebelumnya itu tentram, ga berebut kekuasaan dan harta. Orang2 hidup sederhana, tidak menampilkan kekayaannya, kecuali juragan kali yaa. (Di eropa ada loh, kota yg susah membedakan mana yg kaya dan mana yg miskin). Pokoknya mah gemah ripah loh jinawi kerta raharja. Selain itu, orang Sunda itu ramah lingkungan sesuai dengan petunjuk al-Quran yang melarang melakukan perusakan di atas muka bumi.
Nah kalau seninya ga beda jauh. Dengan alat musik yg natural, terbuat dari bamboo saja, bisa menghadirkan musik yg ga kalah dengan orkestra (pernah saya bahas di blog ini), makanya kita patut berbangga bahwa seni Sunda adalah hasil cipta, rasa dan karsa orang-orang yg berbudaya dan mempunyai cita rasa seni yg tinggi.
Bayangkan aja ada alat musik rebab, alat musik bersenar dua tapi bisa menghasilkan suara yg indah dan natural. Sehingga, di Bandung daerah Ciumbuleuit (bacanya yg bener ya!) ada seorang maestro dengan murid2 internasional. Kenapa orang expatriat itu tertarik, karena, mereka takjub dengan alat musik yang susah untuk dimainkan ini dan merupakan alat musik inti dalam degung atau gamelan sunda.


sampe duduk sambil terkantuk-kantuk sementara Mas Lintang sibuk mengeksplore semua wayang golek, alat musik, sampai naik turun tempat duduk penonton...

Setelah puas lari-lari, Mas Lintang dibeliin Papa angklung...biar bisa belajar di rumah katanya. Selain itu Mas Lintang minta dibeliin pulpen yg bentuknya wayang cepot, buat kakak Caca katanya (kakak Caca ini temen maen Mas Lintang yg paling akrab...lucunya klo pada pergi, selalu inget temennya...terakhir kakak Caca plg ke Purwakarta, pulangnya bawa oleh-oleh celengan kura-kura buat Mas Lintang...)

Ga terasa udah siang... Wah, kita harus plg ke rumah niy, tar klo kesorean bisa kena macet sepanjang jalan. Di mobil, karena capeknya, Mas Lintang bobo (_ _) ...zzzZZZ...lelap...
Bobonya sambil senyum lagi, hihihi...pasti seneng yaa diajak Papa jalan-jalan. Makasih yaaa, Paaa...

Seni Sunda Angklung Mencengkram Eropa

Posted 20 Juni 2008
Filed under: Music | Tags: 40 days in europe, angklung, kendang, sunda |
hari senin pagi lalu, saya sempat mendengarkan Radio Talknya Andrie Wongso “Sukses adalah Hak Saya” di SMART FM. Kalau ga salah diundang seorang tamu yang telah sukses melakukan tour Eropa dengan tim angklungnya dan mendapat sambuatan yg sangat luar biasa dari orang2 Eropa. Bahkan memenangi sebuah festival kesenian padahal tim angklung-nya ga tampil (loh kok bisa?). Saat jalan2 di Gramedia Matraman, selain belu buku Back-”Europe”-Pack-nya Silvy, saya juga beli buku ini. Mungkin…. mungkin ini bintang tamu yg diacaranya Pak Andrie.

Kita patut bangga dengan kebudayaan Indonesia. Karena saya orang Sunda maka saya akan persempit menjadi bangga terhadap kebudayaan Sunda. Dari alat musik sampai kehidupan sosial budayanya yang seharusnya someah, ramah, damai, saling membantu, lucu dan islami *bacanya diiringi backsound suling, ah endah euy*.
Kalau kehidupan sosialnya mungkin sudah tergerus oleh datangnya kapitalis dari bumi belahan Barat. Padahal kehidupan sebelumnya itu tentram, ga berebut kekuasaan dan harta. Orang2 hidup sederhana, tidak menampilkan kekayaannya, kecuali juragan kali yaa. (Di eropa ada loh, kota yg susah membedakan mana yg kaya dan mana yg miskin). Pokoknya mah gemah ripah loh jinawi kerta raharja. Selain itu, orang Sunda itu ramah lingkungan sesuai dengan petunjuk al-Quran yang melarang melakukan perusakan di atas muka bumi.
Nah kalau seninya ga beda jauh. Dengan alat musik yg natural, terbuat dari bamboo saja, bisa menghadirkan musik yg ga kalah dengan orkestra (pernah saya bahas di blog ini), makanya kita patut berbangga bahwa seni Sunda adalah hasil cipta, rasa dan karsa orang-orang yg berbudaya dan mempunyai cita rasa seni yg tinggi.
Bayangkan aja ada alat musik rebab, alat musik bersenar dua tapi bisa menghasilkan suara yg indah dan natural. Sehingga, di Bandung daerah Ciumbuleuit (bacanya yg bener ya!) ada seorang maestro dengan murid2 internasional. Kenapa orang expatriat itu tertarik, karena, mereka takjub dengan alat musik yang susah untuk dimainkan ini dan merupakan alat musik inti dalam degung atau gamelan sunda.
Kalau kendang sunda mah udah pada tau kan. Kata mahasiswa seni Australia, kendang sunda merupakan alat musik pukul dengan nada “dut” paling enak di atas bumi.
Mari kita apresiasi diri sendiri. Saya juga mengapresiasi budaya saya sendiri dengan membuat novel tentang seni Sunda ini (Udah lama dibikin, tapi ga jadi2).

"Laki-laki Diberi Kelebihan 1 Tingkat dibanding Wanita"


“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkat kelebihan daripada istrinya”
QS Al- Baqarah (2) : 228
Hmmm betapa mencengangkan jika…ayat ini…, seringkali hanya dipahami dan diamalkan… sebagian saja… yakni dibagian yang terakhir… “Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkat kelebihan daripada istrinya” banyak orang yang mengabaikan bagian yang diawal…, te ntang hak dan kewajiban wanita dalam rumah tangga Islam.
Dalam kalimat singkat tersebut, ayat tadi menggambarkan kehidupan rumah tangga antara suami dan istri secara ringkas. Melalui kalimat pendek itu, ayat tadi menjabarkan tanggung jawab masing-masing pihak terhadap pihak lain. Hanya saja menurut kesepakatan para ahli tafsir, teks ayat diatas masih memerlukan ta’wil. Hmmm ta’wil yang mereka sepakati mengenai penafsirannya adalah , “Hak yang dimiliki para wanita seimbang dengan kewajiban yang mereka emban.” Memang ada satu kata yang mengundang perbedaan, dalam ayat tersebut kata itu adalah “satu tingkatan”
Dari beberapa tafsir, yang dapat saya ambil dari beberapa orang ahli….tentang perbedaan penafsiran kata tersebut adalah sbb:
1. “Tingkatan tersebut adalah keutamaan dalam warisan dan jihad, yang dikaruniakan Allah kepada kaum laki-laki dan tidak kepada kaum wanita”
2. “Tingkatan dalam hal kepemimpinan dan ketaatan”
3. Sedang Sayyid Quthb memaknai dengan ” Hak ini dipasrahkan pada suami karena dia yang memiliki kuasa cerai”
4. Ibnu ‘athiyah… (sebagai orang yang mendapat didoakan Nabi saw untuk diberi kefaqihan dalam agama dan Nabi saw pun memohon agar Allah mengajari ibnu ‘athiyah ini dengan ilmu ta’wil)
mengatakan “Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya” sehingga seorang suami punya kewajiban untuk mendidik istrinya, memberlakukannya dengan baik dan murah hati dalam masalah harta dan akhlaq, dan menanggung kewajiban istri terhadapnya.
5. Sedangkan Imam Muhammad Abduh mengatakan : “Kalimat ini agung sekali. Dalam redaksi singkatnya terkandung makna yang tidak mungkin tercakup kecuali dengan berlembar-lembar kertas. Disitu terangkum kaidah umum yang menyatakan bahwa istri dan suami setara dalam semua hak.” Sekali lagi ia menambahkan “masing-masing adalah manusia utuh yang memiliki akal, sehingga mampu memikirkan kemashlahatan dirinya. Dia juga mempunyai perasaan yang menggandrungi segala hal yang menyenangkan dan membahagiakan dirinya. Dia membenci dan menjauhi hal-hal yang tidak disukainya. Tidaklah adil bila salah satu pihak memanipulir pihak lain serta menjadikannya budak yang direndahkan dan diperalat untuk mewujudkan ambisinya. Terlebih lagi jika ini terjadi pada kehidupan keluarga. Bagaimanapun juga dalam berkeluarga, tidakakan pernah dicapai kebahagiaan melainkan dengan saling menghormati dan menjalankan kewajiban masing-masing di antara kedua pasangan suami istri.
Jika istri memiliki hak untukdiperlakukan secara baik dan memiliki hak yang sama dengan kewajibannya, maka kesetaraan yang sama pula dia mempunyai hak dan kewajiban yang dibebankan Allah kepadanya. Dengan demikian, jika laki-laki, dalam kasus ini sebagai suami memiliki satu tingkatan di atas istri dalam kehidupan dunia, maka sebagai kompensasinya ia harus menanggung tanggungjawab dari dua karunia besar dan dua hak penting yang di khususkan bagi istri? Yaitu dilindungi dan dinafkahi.
Sepertinya… memang kita harus jujur… untuk segera merubah beberapa paradikma yang ada dimasyarakat umum tentang wanita, misalnya :
1. Ada pendapat bahwa sebagai istri…hanya bisa… “suarga nunut.., neraka katut” (jika sang suami masuk surga.., istri akan diberi kesempatan untuk ikut, sedang jika suami masuk kedalam neraka.., ia akan membawa istrinya)
2. Istri adalah “pelayan” bagi laki-laki
3. Perempuan tidak dapat diterima pertimbangannya karena perempuan adalah makhluk yang kurang akal dan hanya berfikir dengan perasaannya saja. (karenabilamengacupada ayat tersebut diatas.., mestinya ada juga perempuan yang sangat mengedepankan akal, dan ada juga laki-laki yang sangat halus perasaannya)
Hmmm jika ini terlaksana… sedikit-demi sedikit… saya berharap suatu saat nanti harkat dan martabat perempuan akan kembali terangkat, sama seperti apa yang dilakukan oleh Islam ketika hadir dulu ditengah masyarakat… Dan mudah-mudahan dengan demikian… akan terangkat kembali martabat bangsa Indonesia yang kita cintai ini…, karena.. bangsa yang baik memliki perempuan-perempuan yang baik didalamnya.