Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT
oleh Dr. Yusuf al
Qaradhawi
Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Tentang Pengarang | Tentang Penterjemah MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | AnggotaUnsur-unsur TaubatTerma dari akar kata "t-w-b" dalam bahasa Arab menunjukkan pengertian: pulang dan kembali. Sedangkan taubat kepada Allah SWT berarti pulang dan kembali ke haribaan-Nya serta tetap di pintu-Nya.Karena pada dasarnya manusia harus bersama Allah SWT dan selalu berhubungan dengan-Nya, dan tidak menjauhi-Nya. Manusia tidak dapat membebaskan diri dari Allah SWT untuk memikirkan kehidupan fisiknya saja, juga tidak dapat membebaskan dirinya dari Allah SWT karena memikirkan kebutuhan hidup ruhaninya saja. Bahkan kebutuhannya kepada Allah SWT di akhirat akan lebih besar dari kebutuhannya di dunia. Karena kehidupan dan kebutuhan fisik itu secara bersamaan juga dilakukan oleh binatang yang tidak dapat berpikir, sementara kebutuhnan ruhani adalah sisi yang menjadi ciri pembeda manusia dari hewan dan binatang.Allah SWT telah menciptakan manusia dari dua unsur. Di dalam tubuhnya terdapat unsur tanah, juga unsur ruh. Inilah yang menjadikannya layak dijadikan objek sujud oleh malaikat sebagai penghormatan dan pemuliaan kedudukannya. Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah)
ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan
menciptakan manusia dari tanah". Maka apabila telah Ku sempurnakan kejadiannya
dan Kutiupkan kepadanya roh (ciptaan)Ku; maka hendaklah kamu tersungkur
dengan bersujud kepadanya." QS. Shaad: 71-72..
Allah SWT tidak memerintahkan
malaikat untuk bersujud kepada Adam kecuali setelah Allah SWT memperbagus
bentuknya dan meniupkan ruh ke dalam tubuhnya.Ketika manusia ta'at kepada Rabbnya berarti tiupan ruh itu mengalahkan sisi tanahnya. Atau dengan kata lain, sisi ruhani mengalahkan sisi materi. Dan sisi Rabbani mengalahkan sisi tanah yang rendah. Maka manusia meningkat dan mendekat kepada Rabbnya, sesuai dengan usahanya untuk meningkatkan sisi ruhaninya ini. Ketika manusia berbuat maksiat terhadap Rabbnya, maka posisi itu terbalik; sisi tanah mengalahkan sisi ruh, dan sisi materi yang rendah mengalahkan sisi Rabbani yang tinggi. Maka manusia merendah dan menjadi lebih hina, serta menjauh dari Allah SWT sesuai dengan seberapa jauh dosa dan kemaksiatan yang ia lakukan. Kemudian taubat memberikan kesempatan kepadanya untuk mencapai apa yang tidak ia dapatkan, serta meluruskan kembali perjalanan hidupnya. Maka manusia itupun kembali menaik setelah kejatuhannya, dan mendekat kepada Rabbnya setelah ia menjauhi-Nya, serta kembali kepada-Nya setelah memberontak dari-Nya. Taubat Nasuha Taubat yang diperintahkan agar dilakukan oleh kaum mu'minin adalah taubat nasuha (yang semurni-murninya) seperti disebut dalam Al Quran:
"Hai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang
semurni-murninya." QS. at-Tahrim: 8
Kemudian apa makna taubat
nasuha itu.Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya: "artinya adalah, taubat yang sebenarnya dan sepenuh hati, akan menghapus keburukan-keburukan yang dilakukan sebelumnya, mengembalikan keaslian jiwa orang yang bertaubat, serta menghapus keburukan-keburukan yang dilakukannya." Sedangkan nasuha adalah redaksi hiperbolik dari kata nashiih. Seperti kata syakuur dan shabuur, sebagai bentuk hiperbolik dari syakir dan shabir. Dan terma "n-sh-h" dalam bahasa Arab bermakna: bersih. Dikatakan dalam bahasa Arab: "nashaha al 'asal" jika madu itu murni, tidak mengandung campuran. Sedangkan kesungguhan dalam bertaubat adalah seperti kesungguhan dalam beribadah. Dan dalam bermusyawarah, an-nush itu bermakna: membersihkannya dari penipuan, kekurangan dan kerusakan, dan menjaganya dalam kondisi yang paling sempurna. An nush-h (asli) adalah lawan kata al-gisysy-(palsu). Pendapat kalangan salaf berbeda-beda dalam mendefinisikan hakikat taubat nasuha itu. Hingga Imam Al Qurthubi dalam tafsinrya menyebut ada dua puluh tiga pendapat. (Lihat: Tafsir al Qurthubi ayat ke delapan dari surah at Tahrim). Namun sebenarnya pengertian aslinya hanyalah satu, tetapi masing-masing orang mengungkapkan kondisi masing-masing, atau juga dengan melihat suatu unsur atau lainnya. Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan Ibnu Qayyim menyebutkan dari Umar, Ibnu Mas'ud serta Ubay bin Ka'b r.a. bahwa pengertian taubat nasuha: adalah seseorang yang bertaubat dari dosanya dan ia tidak melakukan dosa itu lagi, seperti susu tidak kembali ke payudara hewan. Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas'ud dengan marfu': taubat dari dosa adalah: ia bertaubat darinya (suatu dosa itu) kemudian ia tidak mengulanginya lagi." Sanadnya adalah dha'if. Dan mauquf lebih tepat, seperti dikatakan oleh Ibnu Katsir. Hasan Al Bashri berkata: taubat adalah jika seorang hamba menyesal akan perbuatannya pada masa lalu, serta berjanji untuk tidak mengulanginya. Al Kulabi berkata: Yaitu agar meminta ampunan dengan lidah, menyesal dengan hatinya, serta menjaga tubuhnya untuk tidak melakukannnya lagi. Sa'id bin Musayyab berkata: taubat nasuha adalah: agar engkau menasihati diri kalian sendiri. Kelompok pertama menjadikan kata nasuha itu dengan makna maf'ul (objek) yaitu orang yang taubat itu bersih dan tidak tercemari kotoran. Maknanya adalah, ia dibersihkan, seperti kata raquubah dan haluubah yang berarti dikendarai dan diperah. Atau juga dengan makna fa'il (subjek), yang bermakna: yang menasihati, seperti khaalisah dan shaadiqah. Muhammad bin Ka'b al Qurazhi berkata: taubat itu diungkapkan oleh empat hal: beristighfar dengan lidah, melepaskannya dari tubuh, berjanji dalam hati untuk tidak mengerjakannya kembali, serta meninggalkan rekan-rekan yang buruk. (Madaarij Saalikiin : 1/ 309, 310. Cetakan As Sunnah Al Muhammadiyyah, dengan tahqiq Syaikh Muhammad Hamid al Faqi. Dan tafsir Ibnu Katsir : 4/ 391, 392). Sekadar Bicara Taubat dengan Lidah Bukan TaubatTaubat tidak sekadar mengucapkan dengan lidah, seperti dipahami oleh kalangan awam. Ketika salah seorang dari mereka datang kepada seorang tokoh agama ia berkata kepadanya: "Pak kiyai, berilah taubat kepada saya". Kiyai itu akan menjawab: "ikutilah perkataanku ini!": "aku taubat kepada Allah SWT, aku kembali kepada-Nya, aku menyesali dosa yang telah aku lakukan, dan aku berjanji untuk tidak melakukan maksiat lagi selamanya, serta aku membebaskan diri dari seluruh agama selain agama Islam".Dan ketika ia telah mengikuti ucapan kiyai itu dan pulang, ia menyangka bahwa ia telah selesai melakukan taubat!. Ini adalah bentuk kebodohan dua pihak sekaligus: kebodohan orang awam itu, serta sang kiyai juga. Karena taubat bukan sekadar ucapan dengan lidah saja, karena jika taubat hanya sekadar berbuat seperti itu, alangkah mudahnya taubat itu. Taubat adalah perkara yang lebih besar dari itu, dan juga lebih dalam dan lebih sulit. Ungkapan lisan itu dituntut setelah ia mewujudkannya dalam tindakannya. Untuk kemudian ia mengakui dosanya dan meminta ampunan kepada Allah SWT. Sedangkan sekadar istighfar atau mengungkapkan taubat dengan lisan --tanpa janji dalam hati-- itu adalah taubat para pendusta, seperti dikatakan oleh Dzun Nun al Mishri. Itulah yang dikatakan oleh Sayyidah Rabi'ah al 'Adawiyah: "istighfar kita membutuhkan istighfar lagi!" Hingga sebagian mereka ada yang berkata: "aku beristighfar kepada Allah SWT dari ucapanku: 'aku beristighfar kepada Allah SWT'". Atau taubat yang hanya dengan lisan, tidak disertai dengan penyesalan dalam hati! Sementara hakikat taubat adalah perbuatan akal, hati dan tubuh sekaligus. Dimulai dengan perbuatan akal, diikuti oleh perbuatan hati, dan menghasilkan perbuatan tubuh. Oleh karena itu, al Hasan berkata: "ia adalah penyesalan dengan hati, istighfar dengan lisan, meninggalkan perbuatan dosa dengan tubuh, dan berjanji untuk tidak akan mengerjakan perbuatan dosa itu lagi." Taubat Seperti Dijelaskan oleh Al GhazaliTaubat seperti dijelaskan oleh Imam Ghazali dalam kitabnya "Ihya ulumuddin" adalah sebuah makna yang terdiri dari tiga unsur: ilmu, hal dan amal. Ilmu adalah unsur yang pertama, kemudian yang kedua hal, dan ketiga amal.Ia berkata: yang pertama mewajibkan yang kedua, dan yang kedua mewajibkan yang ketiga. Berlangsung sesuai dengan hukum (ketentuan) Allah SWT yang berlangsung dalam kerajaan dan malakut-Nya. Ia berkata: "Sedangkan ilmu adalah, mengetahui besarnya bahaya dosa, dan ia adalah penghalang antara hamba dan seluruh yang ia senangi. Jika ia telah mengetahui itu dengan yakin dan sepenuh hati, pengetahuannya itu akan berpengaruh dalam hatinya dan ia merasakan kepedihan karena kehilangan yang dia cintai. Karena hati, ketika ia merasakan hilangnya yang dia cintai, ia akan merasakan kepedihan, dan jika kehilangan itu diakibatkan oleh perbuatannya, niscaya ia akan menyesali perbuatannya itu. Dan perasaan pedih kehilangan yang dia cintai itu dinamakan penyesalan. Jika perasaan pedih itu demikian kuat berpengaruh dalam hatinya dan menguasai hatinya, maka perasaan itu akan mendorong timbulnya perasaan lain, yaitu tekad dan kemauan untuk mengerjakan apa yang seharusnya pada saat ini, kemarin dan akan datang. Tindakan yang ia lakukan saat ini adalah meninggalkan dosa yang menyelimutinya, dan terhadap masa depannya adalah dengan bertekad untuk meninggalkan dosa yang mengakibatkannya kehilangan yang dia cintai hingga sepanjang masa. Sedangkan masa lalunya adalah dengan menebus apa yang ia lakukan sebelumnya, jika dapat ditebus, atau menggantinya. Yang pertama adalah ilmu. Dialah pangkal pertama seluruh kebaikan ini. Yang aku maksudkan dengan ilmu ini adalah keimanan dan keyakinan. Karena iman bermakna pembenaran bahwa dosa adalah racun yang menghancurkan. Sedangkan yakin adalah penegasan pembenaran ini, tidak meragukannya serta memenuhi hatinya. Maka cahaya iman dalam hati ini ketika bersinar akan membuahkan api penyesalan, sehingga hati merasakan kepedihan. Karena dengan cahaya iman itu ia dapat melihat bahwa saat ini, karena dosanya itu, ia terhalang dari yang dia cintai. Seperti orang yang diterangi cahaya matahari, ketika ia berada dalam kegelapan, maka cahaya itu menghilangkan penghalang penglihatannya sehingga ia dapat melihat yang dia cintai. Dan ketika ia menyadari ia hampir binasa, maka cahaya cinta dalam hatinya bergejolak, dan api ini membangkitkan kekuatannya untuk menyelamatkan dirinya serta mengejar yang dia cintai itu. Ilmu dan penyesalan, serta tekad untuk meninggalkan perbuatan dosa saat ini dan masa akan datang, serta berusaha menutupi perbuatan masa lalu mempunyai tiga makna yang berkaitan dengan pencapaiannya itu. Secara keseluruhan dinamakan taubat. Banyak pula taubat itu disebut dengan makna penyesalan saja. Ilmu akan dosa itu dijadikan sebagai permulaan, sedangkan meninggalkan perbuatan dosa itu sebagai buah dan konsekwensi dari ilmu itu. Dari itu dapat dipahami sabda Rasulullah Saw : " Penyesalan adalah taubat" (Hafizh al 'Iraqi dalam takhrij hadits-hadits Ihya Ulumuddin berkata: hadits ini ditakhrijkan oleh Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al Hakim. Serta ia mensahihkan sanadnya dari hadits Ibnu Mas'ud. Dan diriwayakan pula oleh Ibnu Hibban dan Al Hakim dari hadits Anas r.a. dan ia berkata: hadits ini sahih atas syarat Bukhari dan Muslim), karena penyesalan itu dapat terjadi dari ilmu yang mewajibkan serta membuahkan penyesalan itu, dan tekad untuk meninggalkan dosa sebagai konsekwensinya. Maka penyesalan itu dipelihara dengan dua cabangnya, yaitu buahnya dan apa yang membuahkannya." (Ihya Ulumuddin (4: 3,4), cetakan: Darul Ma'rifah, Beirut). |
Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT
oleh Dr. Yusuf al
Qaradhawi
Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT
oleh Dr. Yusuf al
Qaradhawi
Taubat dalam Sunnah Nabi Saw.Dalam sunnah Nabi Saw, kita banyak menemukan hadits-hadits yang mengajak kita untuk bertaubat, menjelaskan keutamaannya, dan mendorong untuk melakukannya dengan berbagai cara. Hingga Rasulullah Saw bersabda:
"Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah
SWT, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah SWT dalam satu hari
sebanyak seratus kali". (Hadits diriwayatkan oleh Muslim dari Al Aghar
al Muzni.)
Aku cukupkan dengan menyebut beberapa hadits yang disebutkan oleh hafizh
al Mundziri dalam kitabnya "at-Targhib wa Tarhib", dan aku sebutkan
hadits-hadits yang paling penting dari hadits-hadits itu dalam kitabku:
"al Muntaqa min at Targhib wa Tarhib".Dari Abi Musa r.a. diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya Allah SWT membuka
"tangan"-Nya pada malam hari untuk memberikan ampunan kepada orang
yang melakukan dosa pada siang hari, dan membuka "tangan"-Nya pada
siang hari, untuk memberikan ampunan kepada orang yang melakukan dosa pada
malam hari, (terus berlangsung demikian) hingga (datang masanya) matahari
terbit dari Barat (kiamat)". Hadits diriwayatkan oleh an-Nasaai.
Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Jika
kalian melakukan dosa hingga dosa kalian sampai ke matahari, kemudian kalian
bertaubat, niscaya Allah SWT akan mengampuni kalian". Hadits
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang baik. (Hadits diriwayatkan
oleh Ibnu Majah dalam kitab Az Zuhd (4248), dan dalam kitab az Zawaid
diterangkan: ini adalah isnad hasan.).
Dari Jabir r.a. ia berkata: Aku
mendengar Rasulullah Saw bersabda:
"Di antara
kebahagiaan manusia adalah, panjang usianya, dan Allah SWT memberikan rezeki
taubat kepadanya".
Hadits ini diriwayatkan oleh Al
Hakim. Dan ia berkata: isnad hadits ini sahih. (Penilaian Al Hakim ini
disetujui oleh Adz Dzahabi (4/240) dan Al Haitsami menyebutkan sebagian
hadits ini dan berkata: Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Bazzar, dan
sanadnya adalah hasan (10/203).).Dari Abi Sa'id al Khudri r.a. dari Nabi Saw beliau bersabda:
"Perumpamaan
orang mu'min dan iman adalah seperti kuda dalam kandang (ikatan) nya, ia
berjalan sebentar ke luar untuk kemudian kembali ke kandang (ikatan) nya . Dan seorang mu'min dapat lalai dan
melakukan kesalahan namun kemudian ia kembali kepada keimanannya. Maka
berikan makanan kalian kepada kaum yang bertakwa, dan kaum mu'minin yang
baik". Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam sahihnya. (Yaitu dalam
al Mawaarid (2451), dan diriwayatkan pula oleh Ahmad dan Abu Ya'la seperti
dikatakan oleh al Haitsami, dan para periwayatnya adalah sahih, selain Abi
Sulaiman al Laitsi, dan Abdullah bin al Walid at Tamimi, keduanya adalah
tsiqat (10/201).).
Dari Anas r.a. bahwa Nabi Saw
bersabda:
"Seluruh
anak Adam adalah cenderung berbuat salah, dan paling baik orang yang berbuat
salah adalah mereka yang bertaubat". Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi,
Ibnu Majah, dan Hakim. Seluruhnya dari riwayat Ali bin as'adah.(Ibnu Hajar
berkata tentangnya dalam kitab at Taqrib: ia Shaduq dan mempunyai sedikit
kelemahan (awham)).
Tirmizi berkata: hadits ini
gharib, kami hanya medapatkannya dari Ali bin Mas'adah dari Qatadah. Al Hakim
berkata: Isnadnya sahih. (Hadits riwayatkan oleh Tirmidzi dalam kitab Shifaat
al Qiyaamah (1, 25) dan Ibnu Majah dalam kitab az Zuhd (4252), dan al Hakim
(4/244). Adz Dzahabi berkata: Ali adalah layyin (agak lemah), dan Ibnu Al
Qaththan mendukung al Hakim seperti terdapat dalam kitab Al Faidh (5/17). Dan
dinilai hasan oleh Al Albani dalam kitab Sahih Jami' Shagir (5415).).Dari Abi Hurairah r.a. bahwa ia mendengar Rasulullah Saw bersabda:
"Seorang
hamba melakukan dosa, dan berdo'a: 'Ya Tuhanku, aku telah melakukan dosa maka
ampunilah aku'. Tuhannya berfirman: 'hamba-Ku mengetahui bahwa ia mempunyai
Tuhan yang akan mengampuni dan menghapus dosanya, maka Tuhan-pun
mengampuninya'. Kemudian waktu berjalan dan orang itu tetap seperti itu
hingga masa yang ditentukan Allah SWT, hingga orang itu kembali melakukan
dosa yang lain. Orang itupun kembali berdo'a: 'Ya Tuhanku, aku kembali
melakukan dosa, maka ampunilah dosaku'. Tuhan-nya berfirman: 'Hamba-Ku
mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan Yang mengampuni dan menghapus dosanya',
maka Tuhan-pun mengampuninya. Kemudian ia terus dalam keadaan demikian hingga
masa yang ditentukan Allah SWT, hingga akhirnya ia kembali melakukan dosa.
Dan ia berdo'a: 'Ya Tuhanku, aku telah melakukan dosa, maka ampunilah daku'.
Tuhan-nya berfirman: 'Hamba-Ku mengetahui bahwa ia mempunyai Tuhan Yang
mengampuni dan menghapus dosanya'. Maka Tuhannya berfirman: 'Aku telah
berikan ampunan kepada hamba-Ku, dan silahkan ia melakukan apa yang ia
mau". Hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
Redaksi: 'falya'mal ma syaa'
"silakan ia melakukan apa yang ia mau" maknanya adalah --wallahu
a'lam--: selama dia melakukan dosa dan beristighfar kemudian diampuni, dan ia
tidak melakukan dosa itu lagi. Dengan dalil redaksi: "kemudian ia
melakukan dosa lagi" maka ia dapat melakukannya lagi jika itu merupakan
perangainya, sesuai kemauannya. Karena ia, setiap kali ia melakukan suatu
dosa maka taubat dan istihgfarnya menjadi penghapus dosanya itu, dan ia tidak
mendapatkan celaka. Tidak karena ia melakukan suatu dosa, kemudian ia
beristighfar dari dosanya itu dengan tanpa berusaha membebaskan dirinya dari
kebiasan buruknya itu, karena itu adalah taubat orang yang suka bohong.Telah disebutkan sebelumnya, Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya
seorang hamba, jika ia melakukan dosa maka terdapat bintik hitam dalam
hatinya, dan jika ia bertaubat dan meninggalkan perbuatan dosa itu serta
beristighfar, maka hatinya kembali dibersihkan".
Dari Ibnu Abbas r.a. ia
berkata: kaum Quraisy berkata kepada Rasulullah Saw: "Berdoalah kepada
Rabbmu agar bukit Shafa dijadikan emas bagi kami, dan jika ia telah
berhahasil menjadi emas, kami akan mengikutimu". Maka Rasulullah Saw
berdoa kepada Rabbnya dan Jibril a.s. datang dan berkata: "Rabbmu
mengucapkan salam kepada engkau. Dan berfirman kepada engkau: Jika engkau mau
maka dapat Aku jadikan emas bukit Shafa itu bagi mereka, namun jika kemudian
dari mereka itu (kaum kafir Quraisy) ada yang kafir, maka Aku akan azab dia
dengan azab yang tidak pernah aku timpakan kepada seorangpun di dunia. Dan
jika engkau mau, Aku buka bagi mereka pintu taubat dan rahmah". Rasulullah
Saw bersabda: "(aku ingin dibukakan) Pintu taubat dan rahmat saja".
Hadits diriwayatkan oleh Thabrani, dan para perawinya adalah sahih. (Dan
sejenisnya disebutkan oleh Al Haitsami (10/196) seperti diriwayatkan oleh Al
Hakim. Dan ia berkata: Isnadnya sahih, dan itu setujui oleh Adz Dzahabi
(4/240).).Dari Abdullah bin Umar r.a. dari Nabi Saw bersabda:
"Sesungguhnya
Allah SWT akan menerima taubat seorang hamba selama nafasnya belum sampai di
tenggorokan (sakratul maut)".
Hadits diriwayatkan oleh Ibnu
Majah, dan Tirmizi. Ia
berkata: hadits ini hasan. (Hadits diriwayatkan oleh At Tizmidzi dalam kitab
Ad Da'awat (3531) dan Ibnu Majah dalam az Zuhd. Dan ia menjadikannya dari
hadits Abdullah bin Amru. Seperti diriwayatkan oleh al Hakim juga dan ia
mensahihkannya, serta disetujui oleh adz Dzahabi (4/257). Dan Al Haitsami
menyebutkannya dalam kitab Majma' Zawaid sebagian dari hadits itu dari salah
seorang sahabat, dan ia berkata: Hadits ini diriwaytkan oleh Ahmad dan para
perawinya adalah sahih, selain Abdu Rahman (bin al Bailamani) dia adalah
tsiqat (10/197).).Dari Abdullah bin Mas'ud r.a. dari Nabi Saw bersabda:
"Orang
yang bertaubat dari dosa adalah seperti orang yang tidak berdosa".
Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dan Thabrani dan keduanya dari riwayat
Abi Ubaidah bin Abdullah bin Mas'ud dari bapaknya. Dan ia tidak mendengar
darinya. Dan para perawi Thabrani adalah sahih. (Hadits diriwayatkan oleh
Ibnu Maad dalam kitab Al Zuhd (4250) dan Ibnu Hajar menghukumkannya hasan,
dengan melihat hadits-hadits sejenis yang menguatkannya, seperti terdapat
dalam kitab Al Maqhashid, al Faidh, al Kasyf. Dan Al Albani mensahihkannya
dalam kitab Sahih Jami' Shaghir (3008).).
Dan hadits ini diriwayatkan
pula oleh Ibnu Abi Dunya, dan Baihaqi secara marfu' juga dari hadits Ibnu
Abbas. Dan ia menambahkan: "dan orang yang meminta ampunan dari suatu
dosa, sementara ia masih tetap melakukan dosa itu adalah seperti orang yang
mengejek Tuhannya". Tambahan ini diriwayatkan secara mauquf, barangkali
ia lebih mirip.Dari Abdullah bin Ma'qal ia berkata; Aku masuk bersama ayahku kepada Abdullah bin Mas'ud r.a. . dan ayahku berkata kepadanya: Aku mendengar Nabi Saw bersabda: "Penyesalan adalah taubat"? (Maksudnya, pokok yang paling utama dalam taubat adalah penyesalan. Seperti terdapat dalam hadits "Hajji adalah Arafah". Maka itu tidak menafikan keharusan adalah tekad dan meninggalkan perbuatan dosa itu untuk mencapai taubat yang sempurna.) Ia menjawab: benar. Hadits diriwayatkan oleh Al Hakim. Dan ia berkata: isnadnya sahih. (Disepakati oleh Adz Dzahabi (4/243) dan Al Mundziri lupa untuk menisbahkannya kepada Ahmad, seperti kami telah singgung. Syaikh Syakir berkata: Sanadnya sahih. Seperti diriwayatkan oleh Ibnu Majah juga 4252).). Dari Abi Hurairah r.a. dari Nabi Saw bersabda:
"Demi Dzat
Yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, jika kalian tidak berbuat dosa
niscaya Allah SWT akan membinasakan kalian dan mendatangkan suatu makhluk
lain yang berbuat dosa, sehingga mereka kemudian meminta ampun kepada Allah
SWT dan Allah SWT mengampuni mereka". (Karena di antara nama Allah SWT
adalah "Al Ghaffaar" --Maha Pemberi ampunan. Maka siapa yang akan
memberikan ampunan jika seluruh hamba-Nya adalah orang-orang yang tidak
pernah melakukan dosa?!! Maka orang yang telah melakukan dosa hendaknya tidak
menjadi putus asa, selama dosa yang ia lakukan itu adalah bukan dosa besar.
Karena ampunan Allah SWT lebih besar dari dosanya itu. Dan Allah SWT
berfirman: "Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang
Maha Penyampun lagi Maha Penyayang". (QS. Az-Zumar: 53).). Hadits
diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya.
Dari 'Imran bin Hushain r.a.
bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Rasulullah Saw, dan wanita
itu sedang hamil karena zina. Kemudian wanita itu berkata kepada beliau:
Wahai Rasulullah Saw aku telah melanggar had, maka jatuhkanlah kepada saya
hukumannya". Kemudian Nabi Saw memanggil keluarganya. Dan bersabda:
"Perlakukanlah
dia dengan baik, dan jika ia telah melahirkan maka bawalah dia kemari".
Keluarganya pun menjalankannya. Kemudian (setelah datang masanya) Rasulullah
Saw memerintahkan untuk menjatuhkan hukum atasnya, dan badannya diikat,
kemudian iapun dirajam. Setelah itu Rasulullah Saw menshalatkan jenazahnya.
Melihat itu Umar bertanya: Wahai Rasulullah Saw apakah baginda
menshalatkannya padahal ia telah berzina? Rasulullah Saw bersabda:
"Ia telah melakukan taubat
yang jika taubat itu dibagi-bagi bagi tujuh puluh penduduk Madinah niscaya
mencukupi mereka, dan apakah engkau dapati yang lebih baik daripada orang
yang datang menyerahkan dirinya kepada Allah SWT?". Hadits diriwayatkan
oleh Muslim.Dari Abi Sa'id al Khudri r.a. bahwa Nabi Saw bersabda:
"Pada
jaman sebelum kalian ada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh
sembilan manusia, kemudian ia mencari manusia yang paling alim di muka bumi,
dan ia pun ditunjukkan kepada seorang rahib. Ia mendatangi rahib itu dan
bertanya: bahwa ia telah membunuh sembilan puluh sembilan manusia, maka
apakah ia masih dapat bertaubat?. Sang rahib menjawab: "tidak". Dan
orang itupun membunuh sang rahib, hingga ia melengkapi bilangan seratus orang
yang telah ia bunuh. Kemudian ia kembali menanyakan tentang orang yang paling
alim di muka bumi, dan ia pun ditunjukkan kepada seorang alim, dan ia
bertanya: bahwa ia telah membunuh seratus manusia, maka apakah ia dapat
bertaubat? Orang alim itu menjawab: "ya bisa, siapa yang menghalangi
antaranya dengan taubat? Pergilah engkau ke daerah ini dan ini, karena di
sana ada manusia yang menyembah Allah, maka beribadahlah bersama mereka, dan
jangan kembali ke negerimu lagi; karena ia adalah negeri yang buruk".
Orang itu kemudian berangkat menuju negeri yang ditunjukan itu hingga sampai
di tengah perjalanan, di sana malaikat maut mendatanginya dan mencabut
nyawanya. Kemudian malaikat rahmat dan malaikat azab bertengkar; malaikat
rahmah berkata: Orang ini telah berangkat untuk bertaubat kepada Allah SWT
(oleh karena itu ia berhak mendapatkan rahmah). Sedangkan malikat azab
berkata: orang ini tidak pernah melakukan kebaikan sedikitpun (oleh karena
itu ia seharusnya diazab. Selanjutnya, datang malaikat dalam bentuk seorang
manusia, dan berkata kepada keduanya: Ukurlah antara dua negeri itu (antara
tempat asalnya dan tempat tujuannya), tempat mana yang lebih dekat orang itu,
maka orang itu dimasukkan dalam kelompok itu. Malaikat pun mengukurnya dan
mendapati orang itu lebih dekat ke tempat yang ditujunya (tempat orang saleh),
maka orag itupun dicabut oleh malaikat rahmah".
Dalam satu riwayat:
"Maka
diketahui orang itu lebih dekat ke negeri yang saleh sekadar satu jengkal,
sehingga iapun dimasukkan dalam golongan orang saleh itu".
dalam riwayat lain:
"Allah SWT
memerintahkan kepada negeri yang buruk itu untuk menjauh dan kepada negeri
yang saleh untuk mendekat. Kemudian memerintahkan kepada malaikat: Ukurlah
antara keduanya, dan para malaikut mendapati orang itu lebih dekat ke negeri
yang saleh sekadar satu hasta, maka Allah SWT mengampuni orang itu".
Dalam riwayat lainnya: Qatadah
berkata: Hasan berkata: Diceritakan kepada kami bahwa ketika beliau didatangi
malaikat pencabut nyawa ia menyodorkan dadanya kepadanya". Diriwayatkan
oleh Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah dengan sejenisnya.Dari Abi Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Allah SWT
berfirman: " Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku
akan bersamanya ketika ia berdzikir kepada-Ku, dan Allah SWT lebih senang
dengan taubat seorang manusia dari pada seorang kalian yang menemukan kembali
perbekalannya di padang tandus. Barangsiapa yang mendekat kepada-Ku satu
hasta maka Aku akan mendekat kepadanya satu lengan, dan barang siapa mendekat
kepada-Ku satu lengan maka Aku akan mendekat kepadanya dua lengan, dan jika
ia menghadap kepada-Ku dengan berjalan maka Aku akan menemuinya dengan
berlari". Hadits diriwayatkan oleh Muslim, dan lafazhnya darinya, juga
Bukhari dengan lafazh yang sama.
Dari Syuraih --yaitu Ibnu
Harits-- ia berkata: Aku mendengar seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah
Saw berkata: Rasulullah Saw bersabda:
"Allah SWT
berfirman: Wahai anak Adam, bangunlah kepada-Ku niscaya aku akan berjalan
kepadamu, dan berjalanlah kepada-Ku niscaya Aku datang kepadam dengan
berlari". hadits diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanadnya yang sahih.
(Dan al Haitsami berkata: Diriwayatkan oleh Ahmad dan para perawinya adalah
sahih, kecuali Syuraih bin Harits, ia adalah tsiqat (10/196, 197).).
Dari Anas bin Malik r.a. ia
berkata: Rasulullah Saw bersabda: "Allah SWT lebih berbahagia mendapati
hamba-Nya bertaubat dari seorang yang tiba-tiba menemukan kendaraannya
kembali setelah hilang di padang pasir", hadits diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim. Keduanya juga meriwayatkannay dari Ibnu Mas'ud dengan
redaksi yang lebih luas dari itu. Dan akan disebutkan pada waktunya nanti.Dari Abi Dzar r.a. ia berkata; Rasulullah Saw bersabda:
"Barangsiapa
yang melakukan kebaikan pada masa usianya yang tersisa maka ia akan diampuni
akan dosa-dosanya yang telah lalu, dan barangsiapa yang berbuat buruk pada
masa usianya yang tersisa maka ia akan dipertanyakan akan dosa yang telah
lalu dan dosa pada usianya yang tersisa". Hadits diriwayatkan oleh
Thabrani denagn sanad hasan. (Seperti itu pula al Haitsami berkata:
(10/202).).
Dari 'Uqbah bin 'Amir ia
berkata: Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya
perumpamaan orang yang mengerjakan keburukan dan kemudian melakukan kebaikan
adalah seperti orang yang mengenakan pakaian besi yang telah menjepitnya,
kemudian ia melakukan kebaikan dan pakaian besi itupun membuka satu sisinya,
dan ketika ia melakukan kebaikan yang lain baju besi itupun makin mengendur
hingga akhirnya ia dapat keluar darinya". Hadits diriwayatkan oleh
Ahmad, dan Thabrani dengan dua sanad, dan salah satu sanadnya adalah sahih. (Dan
al Haitsami berkata: Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Thabrani. Dan satu
sanad Thabrani para perawinya adalah sahih (10/201, 202).).
Dari Abi Huraira r.a. ia
berkata: bahwa seorang laki-laki mencium seorang wanita, dalam riwayat lain
disebutkan: seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw dan berkata: Wahai
Rasulullah Saw, aku mengobati seorang wanita di ujung kota, dan aku menyentuh
bagian dari tubuh yang seharusnya tidak perlu aku sentuh [dalam pengobatan]
(Perkataannya: "menyentuh bagian dari tubuh yang seharusnya tidak perlu
aku sentuh (dalam pengobatan)" maksudnya adalah melakukan perbuatan
selain bersetubuh.), saya mengakui perbuatan saya, maka berikanlah hukuman
kepada saya sesuai kehendak Rasulullah Saw". Umar berkata: Allah SWT
akan menutupi perbuatanmu jika kamu menutupinya. Ia berkata: Dan Nabi Saw
tidak mengatakan apa-apa kepadanya. Kemudian orang itu bangkit dan berjalan.
Dan kemudian Rasulullah Saw mengutus seseorang untuk memanggilnya kembali dan
membacakan ayat ini:
"Dan
dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik
itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan
bagi orang-orang yang ingat" (QS. Hud: 114.).
Seorang laki-laki dari yang
hadir berkata: Wahai Nabi Allah, apakah itu hanya khusus baginya? Rasulullah
Saw bersabda: "Namun bagi seluruh manusia". Hadits diriwayatkan
oleh Muslim dan lainnya.Dari Abi Thawil Syathbul Mamdud bahwa ia mendatangi Nabi Saw dan bertanya: Apakah orang yang telah melakukan segala dosa seluruhnya, dan tidak ada suatu dosa apapun yang tidak pernah dilewatkannya, baik dosa yang kecil maupun yang besar telah ia lakukan, apakah ia masih terbuka taubat baginya?" Rasulullah Saw bersabda: "Apakah engkau telah masuk Islam?". sedangkan saya, maka aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa engkau adalah Rasulullah Saw". Rasulullah Saw bersabda: " Lakukanlah kebaikan, dan tinggalkanlah seluruh keburukan, niscaya Allah SWT akan menjadikan itu semua sebagai kebaikan". Orang itu kembali bertanya: "Apakah itu termasuk dengan perbuatan-perbuatan burukku yang lalu?". Rasulullah Saw menjawab: "Ya". Orang itu mengucapkan: Allah Akbar!, dan ia terus bertakbir (sambil berjalan) hingga tubuhnya tidak terlihat oleh kami. Hadits diriwayatkan oleh Al Bazzar, dan Thabrani, dan lafazh hadits itu adalah riwayatnya. Dan isnadnya adalah jayyid dan kuat. (Al Haitsami berkata: (10/202) hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dan Al Bazzar dengan riwayat yang sama. Dan para perawi Bazzar adalah sahih, selain Muhammad bi Harun Abi Nasyith, dia adalah tsiqat.). |
Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT
oleh Dr. Yusuf al Qaradhawi
Taubat Nabi-nabi dalam Al QuranAl Quran telah menyebutkan kepada kita taubat Nabi-nabi dan orang-orang yang saleh atas perbuatan salah mereka. Mereka segera menyesal, bertaubat dan beristighfar dari kesalahan itu. Dengan berharap agar Allah SWT mengampuni dan meneriman taubat mereka.Pemimpin orang-orang yang taubat adalah nenek moyang manusia, Adam a.s. Yang telah Allah SWT jadikan dia dengan tangan-Nya dan meniupkan ke dalam dirinya secercah dari ruh-Nya, memerintahkan malaikat untuk sujud kepadanya, mengajarkan kepadanya seluruh nama-nama, serta menampilkan keutamaannya atas malaikat dengan ilmu pengetahuannya. Namun Adam yang selamat dalam ujian ilmu pengetahuan, tidak selamat dalam "term pertama" ujian iradah (mengekang hawa nafsu). Allah SWT mengujinya dengan beban pertama yang ditanggungkan kepadanya. Yaitu melarang untuk memakan suatu pohon. Hanya satu pohon yang dilarang untuk dimakannya, sementara memberikan kebebasan baginya untuk memakan seluruh pohon surga sesuka hatinya, bersama isterinya. Di sini tampak ia tidak dapat menahan keinginan pribadinya, serta melupakan larangan Rabbnya dengan dipengaruhi bujuk rayu syaitan dan tipu dayanya, sehingga dia pun memakannya dan dia pun terjatuh dalam kemaksiatan. Namun secepatnya dia mencuci dan membersihkan dirinya dari bekas-bekas dosa itu, dengan taubat dan istighfar.
"Dan
durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia. Kemudian Tuhannya memilihnya maka Dia menerima
taubatnya dan memberinya petunjuk." (QS. Thaaha: 121-122)
Al Quran menceritakan kepada
kita tentang taubat Musa yang dipilih Allah untuk membawa risalah-Nya dan
menerima kalam-Nya. Serta Allah SWT menurunkan taurat kepadanya,
menjadikannya sebagai salah satu ulul 'azmi dari sekian rasul, serta
membekalinya dengan sembilan ayat-ayat penjelas. Namun ia telah melakukan
dosa sebelum mendapatkan risalah. Yaitu karena menuruti permintaan seseorang
dari kaumnya yang sedang bertengkar dengan kaum Fir'aun untuk membantunya,
maka kemudian Musa memukulnya dan orang itupun tewas seketika.
"Musa
berkata: Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan adalah musuh yang
menyesatkan, lagi nyata (permusuhannya). Musa mendo'a: Ya Tuhanku,
sesungguhya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku.
Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang." (QS. al Qashash: 15-16)
Beliau juga telah melakukan
kesalahan setelah menerima risalah, ketika beliau berkata:
"Berkatalah
Musa: Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku melihat kepada
Engkau. Tuhan berfirman: Kamu sekali-kali tidak sanggup melihatKu, tapi
lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sedia kala)
niscaya kamu dapat melihatKu. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung
itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh, dan Musapun jatuh pingsan. Maka
setelah Musa sadar kembali, dia berkata: Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada
Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman." (QS. al A'raaf: 143)
Di sini, Allah SWT berfirman:
"Hai Musa,
sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu)
untuk membawa risalahKu dan untuk berbicara langsung denganKu. Sebab itu
berpegan teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu
termasuk orang-orang yang bersyukur." (QS. al A'raaf: 144)
Ketika Musa kembali kepada
kaumnya setelah beliau melakukan munajat kepada Rabbnya selama empat puluh
malam, dan mendapati kaumnya telah menyembah anak sapi yang dibuat oleh
Samiri, dan menjadikan anak sapi itu sebagai tuhan yang disembah, maka amarah
beliaupun segera meledak. Dan bersabda: "alangkah buruknya perlakuan
kalian sepeninggalku". Kemudian beliau melemparkan lembaran-lembaran
yang terdapat di dalamnya Taurat kalam Allah. Beliau melemparkan lembaran itu ke tanah,
padahal di dalamnya terdapat firman-firman Allah. Kemudian menarik kepala
saudaranya, Harun, kepadanya, padahal ia juga adalah rasul sepertinya jua.
Dan saudaranya itu berkata kepadanya: "Wahai saudara seibuku, mengapa
engkau tarik jenggot dan kepalaku, karena kaum kita itu menganggap aku lemah,
dan mereka hampir membunuhku, maka janganlah engkau jadikan musuh-musuh
gembira melihatku, dan janganlah jadikan aku dari kelompok orang yang zhalim.Di sini Musa menyadari kemarahannya itu, meskipun marahnya itu karena Allah SWT.
"Musa
berdo'a: Ya Tuhanku, ampunilah aku dan sauadaraku dan masukkanlah kami ke
dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha Penyayang di antara para
penyayang." (QS. al A'raaf: 151)
Al Quran juga menceritakan
tentang taubat Nabi Yunus a.s. Ketika beliau berdakwah kepada kaumnya untuk
menyembah Allah SWT namun mereka tidak menuruti dakwahnya itu. Maka Nabi
Yunus tidak merasa sabar menghadapi itu, dan marah terhadap kaumnya, kemudian
beliaupun pergi meninggalkan mereka. Kemudian Allah SWT ingin menguji beliau
dengan cobaan yang dapat membersihkannya, dan menampakkan sifat aslinya yang
bagus. Serta sejauh mana keyakinanya terhadap Rabbnya dan kejujurannya dengan
Rabbnya. Beliau kemudian menaiki sebuah kapal laut, di tengah laut kapal itu
dihantam angin besar, dan dipermainkan oleh ombak, dan mereka merasa bahwa
mereka sedang berada dalam bahaya yang besar. Para anak buah kapal berkata; kita harus
mengurangi beban kapal sehingga kapal ini tidak tenggelam. Dan akhirnya
mereka harus memilih untuk menceburkan sebagian orang yang berada di atas
kapal itu agar para penumpang yang lain selamat dari ancaman tenggelam itu.
Hal itu dilakukan dengan sistem undian. Kemudian undian itu jatuh kepada
Yunus, dan beliaupun harus mengikuti nasibnya itu. Maka beliaupun dilemparkan
ke laut, dan kemudian ditelan oleh seekor ikan paus, sambil mendapatkan
kecaman karena ia marah terhadap kaumnya serta meninggalkan mereka, karena
putus harapan atas mereka. Tanpa berupaya untuk terus mengulangi usahanya
itu. Di dalam perut ikan paus itu, keyakinan Yunus kembali menguat, dan
beliau berdo'a dalam kegelapan yang menyelimutinya itu: kegelapan laut,
kegelapan malam, dan kegelapan perut ikan paus, dengan kalimat-kalimat yang
direkam oleh Al Quran ketika bercerita dengan ringkas tentang Yunus ini:
"Dan
(ingatlah) kisah Dzun Nun (Yunus) ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu
ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya atau menyulitkannya, maka
ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: Bahwa tidak ada tuhan (yang
berhak di sembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah
termasuk orang-orang yang zalim. Maka Kami telah memperkenankan do'anya dan menyelamatkannya
daripada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang
beriman." (QS. al Anbiyaa: 87-88)
Tiga kalimat pendek yang
dipergunakan oleh Yunus a.s., namun ketiganya mempunyai pengertian yang
besar:Pertama: menunjukkan atas tauhid --tauhid uluhiyah--, yang dengnnya Allah SWT mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, dan dengannya pula berdiri surga dan neraka: "La Ilaha Illa Anta" "tidak ada tuhan (yang berhak di sembah) selain Engkau". Kedua: menunjukkan pembersihan Allah SWT dari seluruh kekurangan. Ini adalah makna tasbih yang dilakukan langit dan bumi dan seluruh makhluk. Karena segala sesuatu bertasbih dengan memuji-Nya. "Subhaanaka" "Maha Suci Engkau". Ketiga: Menunjukkan pengakuan atas dosa yang dilakukan. Tidak menjalankan hak Rabbnya dengan sempurna serta menzhalimi diri sendiri karena sikapnya itu. "Inni kuntu minazh zhaalimiin" "sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim " ini adalah tanda sebuah taubat. Tidak heran jika kata-kata yang pendek namun jujur dan ikhlas itu segera mendapatkan jawabannya di dunia ini, sebelum di akhirat:
"Maka Kami
telah memperkenankan do'anya dan menyelamatkannya daripada kedukaan. Dan
demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman." (QS. al Anbiya:
88)
Dan kata-kata yang mengandung
tiga hal ini: peng-esaan, pembersihan dan pengakuan, menjadi contoh bagi
pujian dan do'a ketika terjadi kesulitan. Hingga dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Tirmizi dan ia mensahihkannya diriwayatkan:
"Do'a
saudaraku Dzun Nun (Nabi Yunus) yang jika dibaca oleh orang yang sedang
tertimpa bencana nisaya Allah SWT akan menghilangkan bencana dan kesulitannya
itu: "Tidak ada tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku
adalah termasuk orang yang melakukan kezaliman".
Al Quran juga menuturkan kepada
kita tentang cerita taubat nabi Daud a.s. seperti diceritakan dalam surah
Shaad. Yaitu ketika dua orang yang sedang berselisih datang kepada beliau,
dan memasuki mihrab beliau, sehingga beliau terkejut melihat kedua orang itu.
Keduanya kemudian berkata:
"Janganlah
kamu merasa takut (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang
dari kami berbuat zalim kepada yang lain ; maka berilah keputusan antara kami
dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukkilah kami
ke jalan yang lurus. Sesungguhnya saudaraku ini, mempunyai sembilan puluh
sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata:
Serahkanlah kambingmu itu kepadaku, dan ia mengalahkan aku dalam perdebatan.
Daud berkata: Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta
kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat
zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini. Dan Daud mengetahui bahwa
Kami mengujinya, maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud
dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan sesungguhnya
dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang
baik." (QS. Shaad: 22-25)
Kita lihat, apa kesalahan Nabi
Daud dalam kisah ini, yang dia sangka sebagai fitnah, dan cobaan bagi beliau,
kemudian beliau beristighfar kepada Rabbnya, serta tunduk sujud dan memohon
ampunan.Yang tampak dalam kisah itu adalah: Nabi Daud a.s. bertindak dengan tergesa-gesa serta tidak meneliti dahulu secara mendalam, sehingga beliau terpengaruhi oleh dorongan emosi ketika mendengar perkataan salah seorang yang sedang berselisih itu. Dan secara tergesa-gesa memutuskan hukum dengan merugikan pihak lain, tanpa terlebih dahulu mendengar alasan-alasannya, dan memberikan kesempatan kepadanya untuk membela dirinya sendiri. Seorang hakim yang adil hendaknya tidak terperdaya oleh ucapan satu pihak yang sedang berselisih atau penampilannya. Hingga ia telah meneliti dan menyelidikinya dengan seksama, dan mendengar dari seluruh pihak yang berselisih dan adanya dalil yang mendukung ucapan masing-masing. Oleh karena itu ada yang mengatakan: Jika salah seorang yang sedang berselisih datang kepadamu dan sambil memperlihatkan satu matanya yang luka, maka tunggullah hingga engkau juga melihat lawan perkaranya, karena barangkali justru lawannya itu kedua matanya luka! Oleh karena itu, datang perintah Tuhan agar Daud tidak cepat terpengaruh oleh emosinya dalam menetapkan suatu hukum. Dalam firman Allah SWT:
"Hai Daud,
sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka
berilah keputusan (perkara) di antara manusia denga adil dan janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah."
(QS. Shaad: 26)
Apakah kedua orang yang sedang berselisih itu adalah memang manusia, atau
dua malaikat yang menyamar sebagai manusia, datang untuk menguji nabi Daud,
kemudian keduanya lenyap tanpa bekas?Apapun kemungkinannya, namun pengertian dan tujuannya adalah sama. Namun itu tidak dapat dijadikan sebagai suatu bentuk metafor, dan sebagai sindiran bagi Daud sendiri, karena ia menginginkan istri tetangganya sendiri, seperti digambarkan oleh kisah-kisah Israiliat yang menampilkan dengan buruk perjalanan para Rasul dan Nabi-nabi. Hingga dalam kisah Israiliat itu para Nabi telah jatuh dalam tindakan-tindakan yang orang biasa saja tidak mau melakukannya, maka bagaimana mungkin terjadi bagi seseorang yang Allah SWT tundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersamanya pada sore dan pagi hari. Tentangnya Allah SWT berfirman:
"Dan
ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat
(kepada Tuhan)".
"Dan sesungguhnya dia
mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik".Ayat-ayat yang berkaitan dengan taubat banyak terdapat dalam al Quran, dan dalam halaman selanjutnya ayat-ayat itu akan kami ungkapkan. Insya Allah. |
Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT
oleh Dr. Yusuf al
Qaradhawi
Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT
oleh Dr. Yusuf al Qaradhawi
Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT
oleh Dr. Yusuf al Qaradhawi
Keutamaan Taubat dan Orang-orang yang Bertaubat dalam al Qur'anTentang dorongan dan anjuran untuk bertobat, Al Qur'an berbicara:"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS. Al Baqarah: 222). Maka derajat apa yang lebih tinggi dari pada mendapatkan kasih sayang Rabb semesta alam. Dalam menceritakan tentang ibadurrahman yang Allah SWT berikan kemuliaan dengan menisbahkan mereka kepada-Nya, serta menjanjikan bagi mereka surga, di dalamnya mereka mendapatkan ucapan selamat dan mereka kekal di sana, serta mendapatkan tempat yang baik. Firman Allah SWT: "Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)dosa(nya)." (QS. Al Furqaan: 68-70.). Keutamaan apalagi yang lebih besar dari pada orang yang bertaubat itu mendapatkan ampunan dari Allah SWT , hingga keburukan mereka digantikan dengan kebaikan? Dan dalam penjelasan tentang keluasan ampunan Allah SWT dan rahmat-Nya bagi orang-orang yang bertaubat. Allah SWT berfirman: "Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Az-Zumar: 53) Ayat ini membukakan pintu dengan seluas-luasnya bagi seluruh orang yang berdosa dan melakuan kesalahan. Meskipun dosa mereka telah mencapai ujung langit sekalipun. Seperti sabda Rasulullah Saw: "Jika kalian melakukan kesalahan-kesalahan (dosa) hingga kesalahan kalian itu sampai ke langit, kemudian kalian bertaubat, niscaya Allah SWT akan memberikan taubat kepada kalian." (Hadist diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abi Hurairah, dan ia menghukumkannya sebagai hadits hasan dalam kitab sahih Jami' Shagir - 5235) Di antara keutamaan orang-orang yang bertaubat adalah: Allah SWT menugaskan para malaikat muqarrabin untuk beristighfar bagi mereka serta berdo'a kepada Allah SWT agar Allah SWT menyelamatkan mereka dari azab neraka. Serta memasukkan mereka ke dalam surga. Dan menyelamatkan mereka dari keburukan. Mereka memikirkan urusan mereka di dunia, sedangkan para malaikat sibuk dengan mereka di langit. Allah SWT berfirman: "(Malaikat-malaikat) yang memikul 'arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan): "Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang bernyala-nyala, ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka kedalam surga 'Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak -bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang maha Perkasa lagi Maha Bijaksana, dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari(pembalasan?)kejahatan pada hari itu maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan itulah kemenangan yang besar." (QS.Ghaafir: 7-9). Terdapat banyak ayat dalam Al Qur'an yang mengabarkan akan diterimanya taubat orang-orang yang melakukan taubat jika taubat mereka tulus, dengan banyak redaksi. Dengan berdalil pada kemurahan karunia Allah SWT, ampunan dan rahmat-Nya, yang tidak merasa sempit dengan perbuatan orang yang melakukan maksiat, meskipun kemaksiatan mereka telah demikian besar. Seperti dalam firman Allah SWT: "Tidakkah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hambaNya dan menerima zakat, dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? ." (QS. At-Taubah: 104) "Dan Dialah Yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan memaafkan kesalahan-kesalahan." (QS. Asy-Syuuraa: 25) Dan dalam menyipati Dzat Allah SWT: "Yang mengampuni dosa dan menerima taubat." (QS. Ghaafir: 3) Terutama orang yang bertaubat dan melakukan perbaikan. Atau dengan kata lain, orang yang bertaubat dan melakukan amal yang saleh. Seperti dalam firman Allah SWT dalam masalah pria dan wanita yang mencuri: "Maka barangsiapa yang bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu, dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al Maaidah: 39) "Tuhanmu telah menetapkan atas diriNya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barangsiapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya, dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al An'aam: 54) "Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat setelah itu, dan memperbaiki ( dirinya) sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nahl: 119) Puja-puji terhadap Allah SWT dengan nama-Nya "at-Tawwab" (Maha Penerima Taubat) terdapat dalam al Quran sebanyak sebelas tempat. Seperti dalam do'a Ibrahim dan Isma'il a.s.: "Dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqarah: 128). Juga seperti dalan sabda Nabi Musa kepada Bani Israil setelah mereka menyembah anak sapi: "Maka bertaubatlah kepada Tuhan Yang menjadikan kamu, dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu, pada sisi Tuhan Yang menjadikan kamu, maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Penerima taubat dan Maha Penyayang ." (QS. Al Baqarah: 54) Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya: "Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohon ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 64) |
Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT
oleh Dr. Yusuf al
Qaradhawi
MuqaddimahSegala puji kepada Allah SWT sesuai dengan keagungan dan keluasan kekuasaan-Nya. Salawat dan salam semoga selalu disampaikan kepada pengajar manusia akan kebaikan, yang menuntun manusia kepada petunjuk dan pembawa sekalian makhluk kepada kebenaran. Serta yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya dengan izin Rabb mereka, dan menuju jalan Allah SWT. Yaitu baginda kita, imam kita, panutan dan kekasih kita: Muhammad bin Abdullah, beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga hari kiamat nanti.Amma Ba'du: Ini adalah bagian keempat dari seri tulisanku tentang: "Jalan menuju Allah SWT". Yaitu kajian yang berkaitan dengan salah satu stasion agung dari sekalian stasion-stasion bagi orang-orang yang sedang menuju Allah SWT, dan mereka yang sedang berjalan di jalan-Nya. Yaitu Taubat. Sebagian ulama ada yang mengedepankan taubat ini dari stasion-stasion kaum sairin (mereka yang menjalankan kehidupan sufi) lainnya. Seperti yang dilakukan oleh Imam Al Ghazali dalam kitabnya "Minhaaj al Aabidiin". Yaitu ketika ia menjadikan fase "taubat" sebagai fase kedua setelah fase "ilmu" yang dijadikan sebagai pokok pertama yang harus dilewati oleh orang yang ingin mencapai Allah SWT. Atau mencapai keridlaan dan ganjaran yang baik dari Allah SWT. Dalam kitab Ihya Ulumuddin, ia menjadikan taubat sebagai kajian pertama dari rubb'u al munjiat--seperempat yang menyelematkan. Sedangkan, aku dalam seri ini tidak mengikuti runtutan tertentu seperti itu. Aku menulis seri-seri yang akan diterbitkan sesuai dengan ilham yang aku dapatkan saja. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan nantinya seri-seri ini disusun dengan runtutan yang logis. Ilmu taubat adalah ilmu yang penting, bahkan urgen. Keperluan atas ilmu itu amat mendesak, terutama dalam zaman kita ini. Karena manusia telah banyak tenggelam dalam dosa dan kesalahan. Mereka melupakan Allah SWT sehingga Allah SWT membuat mereka lupa akan diri mereka. Banyak sekali godaan untuk melakukan kejahatan, dan banyak pula penghalang manusia untuk melakukan kebaikan. Beragam cara dipergunakan untuk menghalangi manusia dari jalan Allah SWT. Beragam media setan, perangkat canggih, yang dapat dibaca, didengar (audio), dan disaksikan ( visual ) dimanfaatkan untuk tujuan itu. Semua itu dilakukan oleh setan-setan yang berada dalam negeri kita, maupun yang berada di luar. Diperkuat oleh jiwa dan nafsu ammarah bis su, yang mengajak kepada keduniawian, melupakan maut dan perhitungan akhirat, neraka dan surga, dan melenakkan diri dari mengingat Allah SWT. Sehingga mereka meninggalkan salat dan mengikuti hawa nafsu. Melanggar janji yang telah ditekan bersama Allah SWT. Melewati batas-batas yang telah digariskan oleh Allah SWT, dan menabrak hak-hak manusia. Dengan tenang mereka memakan harta manusia dengan kebatilan. Dan tidak memperdulikan lagi dari mana harta yang ia dapatkan: dari barang dan cara yang halal atau haram. Manusia amat membutuhkan orang yang memberi peringatan dan berteriak kepada mereka: Bangkitlah dari mabuk kalian, bangunlah dari tidur kalian, berjalanlah di jalan yang lurus, bertaubatlah kepada Rabb kalian, sebelum datang hari yang padanya tidak bermanfaat lagi harta dan sanak keluarga, kecuali mereka yang datang kepada Allah SWT dengan hati bersih. Dalam seri ini, aku berusaha membangunkan hati yang lengah, menyadarkan pikiran yang liar dan menguatkan semangat yang telah melemah. Aku berusaha untuk menjelaskan pentingnya taubat, urgensitas dan keutamaannya, serta pentingnya taubat itu dilakukan secepatnya. Aku juga menjelaskan pokok-pokok, rukun-rukun dan hukum-hukum taubat itu. Juga buah dan hasil yang akan didapat oleh orang yang melakukan taubat di dunia maupun akhirat. Dan aku jelaskan pula faktor-faktor apa saja yang menjadi penghalang untuk bertaubat itu, rintangan dalam melakukan taubat, serta apa yang dapat mendorong untuk melakukan taubat itu. Aku sengaja menjelaskan masalah ini dengan panjang lebar, mengingat kebutuhan yang mendesak akan kajian seperti ini pada zaman yang dipenuhi oleh syahwat, kealpaan dan ketidak jelasan. Para ulama suluk telah memberikan perhatian yang besar terhadap masalah taubat dan mereka semua telah berbicara tentang hal ini. Tentang hakikatnya, rukunnya dan syarat-syaratnya. Seperti Abu Al Qasim al Junaid, Abu Sulaiman ad-Darani, Dzun Nun al Mishri, Rabi'ah Al Adawiah, serta lainnya. Demikian pula para pengarang dalam bidang suluk ini, seperti Al Harits al Muhasiby, Abu Thalib al Makki, Al Qusyairi, al Ghazali, Ibnu Qayyim dan lainnya. Imam Al Ghazali menjelaskan dalam muqaddimah kitab "At-Taubah" dari kitabnya "Ihya Ulumuddin" bahwa "taubat dari dosa --yaitu dengan kembali kepada Dzat Yang menutupi kesalahan dan Yang Maha Tahu akan keghaiban-- adalah pokok utama kaum salikin, langkah pertama para murid, kunci kelurusan orang yang telah melenceng, dan tanda dipilihnya seseorang dan didekatkannya (kepada Allah SWT) kaum muqarrabin, dari semenjak nabi Adam a.s dan seluruh nabi-nabi lainnya. Maka alangkah pantasnya jika anak-anak mengikuti dan meneladani orang-orang tua mereka. Maka jika ada seorang anak Adam yang melakukan kesalahan dan berbuat dosa, ia telah bertindak seperti bapaknya, dan sang anak yang mengikuti perilaku bapaknya itu tidak dapat dikatakan melakukan kezaliman. Namun, jika sang bapak kemudian memperbaiki apa yang telah ia patahkan sebelumnya dan membangun apa yang telah ia hancurkan, saat itu tindakannya itu adalah proses perubahan dari negatif menuju positif dan dari tiada menuju ada. Adam a.s. telah mengajarkan sikap menyesal atas kesalahan dan dosa yang ia perbuat sebelumnya. Maka barangsiapa yang meniru perilaku Adam dalam melakukan dosa tanpa mengikutinya dalam bertaubat, berarti ia telah tergelincir dalam kesalahan yang fatal. Makhluk yang hanya melakukan kebaikan adalah malaikat muqarrabin saja. Makhluk yang melakukan kejahatan saja adalah syetan terkutuk. Sedangkan sikap kembali dari keburukan dan kejahatan menuju kebaikan dan ampunan adalah tabiat anak-anak Adam. Dalam struktur diri manusia tersimpan dua kecenderungan. Dan setiap orang, jika ditelusuri nasabnya akan sampai kepada: malaikat, Adam atau kepada syetan. Maka orang yang melakukan taubat, secara jelas telah mengajukan bukti bahwa ia adalah keturunan Adam, karena ia telah menjalankan sikap sebagaimana layaknya seorang manusia. Dan orang yang terus melakukan keburukan, tanpa kesadaran sedikitpun untuk melakukan taubat, dengan jelas telah mengajukan bukti bahwa ia adalah keturunan syetan. Sedangkan peruntunan nasab hingga sampai ke nasab malaikat, dengan semata mengisi diri dengan kebaikan, adalah di luar batas kemampuan manusia. Karena kejahatan telah terpatri secara kuat bersamaan dengan kebaikan dalam struktur diri manusia. Hanya ada dua api yang dapat memisahkan dua unsur itu, yaitu api penyesalan atau api neraka jahanam". Pokok atau sumber utama penulisan buku ini adalah: Al Quran, sunnah Rasulullah Saw dan sikap serta perkataan yang sampai dari generasi salaf. Aku berusaha agar tidak menggunakan hadits dhaif dalam memberikan penentuan hukum atau suatu pengarahan. Sambil menyebutkan siapa yang telah mentakhrij hadits itu dan apa derajatnya secara ringkas. Maka jika hadits itu tidak sahih atau hasan, maka aku tidak mengutipnya. Meskipun hadits itu mengandung substansi targhib --mendorong untuk melakukan kebaikan-- dan tarhib --memberi takut untuk melakukan keburukan dan kesalahan. Dan jikapun aku sebutkan juga, maka itu sekadar untuk menguatkan saja, atau aku mengutipnya dari orang lain, namun biasanya sambil menjelaskan kedhaifannya. Dan dalam penyusunan buku ini, aku banyak mengambil materi dari beberapa kitab, terutama kitab-kitab yang dikarang oleh para ulama suluk. Yang terpenting adalah dua kitab pokok ini: Pertama: Kitab "Madarij Salikin Syarh Manazil Sairin Ila Maqamat (Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in)" karya Imam Abi Abdillah Saymsuddin Ibnu Qayyim al Jauziyyah. Yang terkenal dengan sebutan Ibnu Qayyim. Dalam kitab itu, Ibnu Qayyim telah menunjukkan kelasnya dalam mengarang, sebagai seorang sastrawan yang ulung, da'i dan murabbi yang besar, ruhani seorang rabbani yang cemerlang, pandangan seorang faqih-ushuli yang dalam, dan menulis dengan tujuan hanya untuk Allah SWT semata. Sehingga ketika ia menggoreskan kalamnya, seketika rangkaian kata-kata yang indah tumpah ruah, bagaikan ombak di laut, sambil menjelaskan banyak hal, mengungkapkan banyak sebab, menjelaskan hukum-hukum dan mendedahkan banyak hakikat. Aku banyak mengambil materi buku ini dari kitabnya itu. Dan dalam banyak kesempatan aku langsung mengutip perkataannya dengan lengkap. Aku juga mengutip dari kitabnya yang lainnya, yaitu kitab " Ad Daau wad Dawaa", dalam menjelaskan pengaruh atau akibat kemaksiatan. Kedua: Kitab "Ihya Ulumuddin". Yaitu sebuah kitab ensiklopedik dalam ilmu suluk --tasawwuf-- yang terkenal itu. Kitab itu terdiri dari empat puluh kitab yang dipecah dalam empat bagian. Yaitu seperempat tentang ibadah, seperempat tentang adat, seperempat tentang almuhlikaat (yang membinasakan) dan seperempat al munjiaat (yang menyelamatkan). Dan awal kitab dalam seperempat al munjiaat adalah kitab taubat. Imam Al Ghazali adalah seorang faqih, ahli ilmu ushul fiqh, dan ahli manthiq yang tersusun pemikirannya. Sehingga karangannya itu tersusun dengan apik dalam bab-bab yang runtun. Tertata runtut pemikirannya. Menggunakan metafor-metafor yang baik,dan redaksi yang halus. Sehingga orang-orang yang datang setelahnya banyak mengambil manfaat dari kitabnya itu, sebagaimana ia telah banyak mengambil manfaat pula dari orang-orang sebelumnya --terutama dari kitab "Quut al Quluub" karya Abi Thalib al Makki. Aku banyak mengutip pemikiran dari kitab itu, dan dalam banyak kesempatan aku juga mengutip perkataannya secara langsung. Aku berdo'a kepada Allah SWT agar buku ini bermanfaat bagi penulisnya, pembacanya, penerbitnya, serta semua orang yang turut memberikan andil dalam penyelesaian buku ini, yang bertujuan untuk mengembalikan hati manusia kepada Allah SWT. Dan aku juga berdo'a kepada Allah SWT agar memberikan taubat nasuha kepada kita, sehingga dapat menghapus keburukan-keburukan kita, mengangkat derajat kita, dan memasukkan kita ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai.
"Ya Rabb
kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." At Tahriim: 8
|
Tuntunan bertaubat kepada Allah SWT
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi
... disajikan di sini dengan ijin
penterjemah ...
... untuk mempercepat penyebaran informasi secara efisien
dan menambah percepatan kemajuan Indonesia tercinta ...
... untuk mempercepat penyebaran informasi secara efisien
dan menambah percepatan kemajuan Indonesia tercinta ...
Komite Media ISNET
Isi artikel yang ditayang dalam homepage ini bukan menggambarkan opini Komite Media ISNET, namun merupakan opini atau pendapat masing-masing pengarang. Penggunaan dan penyebaran artikel dari situs ini untuk tujuan komersial tidak dibenarkan. Selain pengarang dan penerbit artikel, mohon disebut URL Media ISNET (http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Taubat/) jika mengutip artikel dari situs ini.
Isi artikel yang ditayang dalam homepage ini bukan menggambarkan opini Komite Media ISNET, namun merupakan opini atau pendapat masing-masing pengarang. Penggunaan dan penyebaran artikel dari situs ini untuk tujuan komersial tidak dibenarkan. Selain pengarang dan penerbit artikel, mohon disebut URL Media ISNET (http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Taubat/) jika mengutip artikel dari situs ini.
Bagi para pemegang copyright artikel yang ditayang di situs Media ISNET ini,
jika keberatan atas pemasangan artikel terkait, mohon mengajukan keberatan
kepada Komite Media ISNET agar artikel terkait diturunkan dari
situs ini.
Komite Media ISNET
Tuntunan bertaubat kepada Allah SWT
Dr. Yusuf Al-Qaradhawi
... disajikan di sini dengan ijin penterjemah ...
... untuk mempercepat penyebaran informasi secara efisien
dan menambah percepatan kemajuan Indonesia tercinta ...
... untuk mempercepat penyebaran informasi secara efisien
dan menambah percepatan kemajuan Indonesia tercinta ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar